SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Di bawah atap di sebuah teras, anak-anak itu melukis pada selembar kertas. Yang laki-laki melukis gunung dengan garis merah meleleh ke bawah. Yang perempuan melukis bunga dengan aneka warna warni. Di antara bunga-bunga dan gunung-gunung itu ada yang melukis deretan rumah yang telah hancur. “Ini rumah saya setelah terkena letusan Merapi,” kata Arif Fauziah menunjukkan hasil lukisannya yang masih belepotan.

Arif melukis dengan daya imajinasinya. Betapapun pengungsian adalah tempat darurat, namun anak yang masih duduk di bangu kelas IV SD itu menikmati betul tinggal di Depo Pendidikan Latihan Tempur (Dodiklatpur) Klaten itu. Bersama puluhan anak-anak pengungsi lainnya, Arif selalu menemukan dunia baru bersama para relawan yang mendampinginya. “Ada yang saking manjanya, mereka selalu minta gendong, minta mainan aneka HP terbaru, dan kemana-mana ikut terus,” kata Manager Divisi Rural Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (Spekham) Solo, Maria Sucianingsih yang mendampingi anak-anak Merapi di pengungsian Dodiklatpur, Kamis (23/12).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di sinilah, sederet persoalan terkadang susah dielakkan. Banyaknya relawan yang datang silih berganti tak jarang menjadi dilema tersendiri. Catatan Spekham menunjukkan betapa anak-anak pengungsian mulai memiliki ketergantungan dengan para relawan. “Banyak anak-anak yang menangis dan minta bertemu dengan kakak pendampingnya. Padahal, relawan sudah pulang,” katanya.

Ekspedisi Mudik 2024

Hal itu mungkin masih tak seberapa. Sebab, tak jarang perilaku relawan yang kurang pas pada tempatnya banyak ditiru anak-anak pengungsian, salah satunya ialah merokok. “Relawan yang merokok menjadi problem. Anak-anak kan masih kecil, jadi meniru,” paparnya.

Ini memang bukan semata tanggungjawab relawan. Orangtua dari anak-anak pengungsian, diakui Suci memang tak sedikit yang kurang memperhatikan anak-anaknya. Bahkan sekadar bertanya apa saja yang dilakukan di pengungsian, tak jarang para orangtua yang tak sempat. “Banyak juga anak-anak pengungsian yang suka doyan makan mie instant mentah. Ini kan berbahaya, yang masakan matang saja mengandung zat kimia, apalagi yang mentah,” tuturnya.

asa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya