Solopos.com, SOLO — Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikabarkan telah setuju untuk memberikan amnesti untuk Baiq Nuril Makmun yang dipidana dengan dakwaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, secara legal hal itu masih harus menunggu proses di pemerintahan.
Hal itu diungkapkan oleh kuasa hukum Baiq Nuril yang juga Direktur Program Institute for Criminal Justive Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, melalui akun Twitternya. Menurutnya, Presiden Jokowi sudah “OK”.
Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo
“Info. Presiden @jokowi sudah OK #AmnestiUntukNuril tinggal menunggu proses internal di Pemerintah. Dukungan dari masyarakat sudah kita sampaikan ke Presiden, terima kasih masyarakat Indonesia!!! Sedikit lagi…,” kicaunya di akun @erasmus70, Minggu (14/7/2019).
Info.
Presiden @jokowi sudah OK #AmnestiUntukNuril tinggal menunggu proses internal di Pemerintah.
Dukungan dari masyarakat sudah kita sampaikan ke Presiden, terima kasih masyarakat Indonesia!!!
Sedikit lagi… #SaveIbuNuril
— Erasmus Napitupulu (@erasmus70) July 14, 2019
Jumat (12/7/2019) lalu, Presiden Jokowi mengaku hingga kini belum menerima berkas terkait permohonan amnesti Baiq Nuril. “Belum sampai meja saya,” kata Presiden Jokowi usai membuka pameran Karya Kreatif Indonesia 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat.
Jokowi berjanji jika sudah masuk ke mejanya, ia akan menyelesaikan secepatnya.
“Kalau nanti sudah masuk meja saya, ada rekomendasi-rekomendasi dari kementerian atau lembaga terkait, saya putuskan secepatnya, akan saya selesaikan secepatnya,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah mempersilakan Baiq Nuril untuk mengajukan amnesti (pengampunan) kepada Presiden pascapenolakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan ke Mahkamah Agung.
“Boleh [mengajukan amnesti], secepatnya,” kata dia di Pangkalan Udara TNI AU Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu.
Baiq Nuril adalah seorang staf tata usaha (TU) di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) divonis 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMU 7 Mataram Haji Muslim.
Perbuatan Baiq dinilai membuat keluarga besar Haji Muslim malu. Saat Baiq Nuril mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA dengan Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019, PK itu juga ditolak.
Dengan ditolaknya permohonan PK pemohon atas Baiq Nuril tersebut, maka putusan kasasi MA yang menghukum dirinya dinyatakan tetap berlaku. Presiden juga mengaku bila ada permohanan amnesti yang diajukan Baiq Nuril kepada dirinya maka ia akan membicarakannya lebih dulu dengan Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Menko Polhukam.
“Untuk menentukan apakah amnesti, apakah yang lainnya. Tapi perhatian saya sejak awal kasus ini, tidak berkurang, sekali lagi kita harus menghormati keputusan yang sudah ditetapkan mahkamah. Itu bukan pada wilayah eksekutif,” kata Presiden.
Kasus ini bermula saat Baiq Nuril bertugas di SMAN 7 Mataram dan kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, Muslim.
Baiq Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, ia merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian Muslim melaporkannya ke penegak hukum.
Pengadilan Negeri (PN) Mataram menyatakan ia tidak terbukti mentransmisikan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan.
Dalam persidangan, Majelis Hakim PN Mataram bahkan menyatakan bahwa unsur “tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dana/atau dokumen elektronik” tidak terbukti sebab bukan ia yang melakukan penyebaran tersebut, melainkan pihak lain.