SOLOPOS.COM - M. Baha Udin (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Dua tahun pandemi Covid-19 menyebabkan penundaan dan pengalihan pelbagai program perguruan tinggi. Kini, ketika pandemi Covid-19 telah mereda, aneka aktivitas perguruan tinggi kembali pada kewajaran.

Program unggulan mengenai pengabdian kepada masyarakat—kuliah kerja nyata (KKN)—yang pada masa pandemi diselenggarakan secara daring kini kembali ke konsep semula: mahasiswa hidup bersama masyarakat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) menyiapkan penyelenggaraan KKN dua bulan sebelum pelaksanaan. Sebanyak 3.420 mahasiswa menjadi peserta KKN tahun 2022 dengan wilayah sebaran di Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Karanganyar.

Ekspedisi Mudik 2024

Di setiap kabupaten itu dipilih empat kecamatan dan di setiap kecamatan rata-rata terdiri 12 desa hingga 13 desa lokasi KKN. Terdapat 150 desa yang dipersiapkan menjadi lokasi KKN. Persiapan direncanakan cukup serius. Sebelum melepas peserta KKN, LP2M UIN Raden Mas Said Surakarta memberikan pembekalan.

Pelbagai metodologi, paradigma, dan materi pengabdian kepada masyarakatan diuraikan panjang lebar. Sejak tahap persiapan ini para mahasiswa peserta KKN bisa melihat dan menilai betapa optimisme kampus sangat tinggi mengirim ribuan mahasiswa menjalani KKN di desa-desa.

Sebagai penanda di tiap-tiap pos KKN, LP2M menyediakan spanduk betuliskan nomor kelompok dan nama desa. Setiap mahasiswa peserta KKN diberi kaus bertuliskan “KKN Transformatif Kerso Darma”.

Tiap mahasiswa peserta KKN juga mendapat jatah buku panduan berjudul Kuliah Kerja Nyata Transformatif Kerso Darma (Kerja Sosial dengan dan Bersama Masyarakat): Penguatan Ketahanan Masyakarat Pasca-Pandemi Covid-19 Berbasis Kearifal Lokal dan Moderasi Beragama (2022).

Sayangnya, buku itu diberikan kepada para mahasiswa setelah masa pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk KKN selesai. Buku sudah telanjur dicetak dengan menghabiskan anggaran kampus, namun tak terpakai, terlambat diberikan kepada para mahasiswa peserta KKN, tidak menjadi acuan pemahaman mahasiswa peserta KKN.

Kini buku pegangan KKN itu hanya menjadi pajangan sekaligus penyesak kamar tempat indekos atau rak buku atau tergelatak dan terbiarkan begitu saja. Buku itu dicetak dengan maksud menjadi rujukan, pedoman, dan gambaran mahasiswa yang bekerja di tengah masyarakat selama mengikuti KKN.

Pada akhirnya, buku garapan Sulhani Hermawan dan kawan-kawan tersebut gagal mencapai tujuan awal memberi pengetahuan kepada para mahasiswa peserta KKN dan malah berujung “kedaluwarsa” dan mubazir!

Fakta ketidaksiapan LP2M dalam menyelenggarakan KKN juga terlihat dari sekian fakta dan peristiwa. Beberapa wakil mahasiswa saat survei lokasi diminta menunjukkan surat perizinan oleh aparat desa. Tugas administrative itu seharusnya menjadi tanggung jawab LP2M sebagai panitia penyelenggara.

Dampak surat perizinan terlambat adalah mahasiswa menjadi sasaran luapan amarah aparat pemerintah desa. Persoalan administratif ini membuat citra kampus buruk. Hal ini menambah panjang daftar kontroversi pelayanan dalam pelaksanaan KKN Transformatif Kerso Darma UIN Raden Mas Said Surakarta.

Program Kerja

Orientasi KKN Transformatif Kerso Darma dalam buku Kuliah Kerja Nyata Transformatif Kerso Darma (Kerja Sosial dengan dan Bersama Masyarakat): Penguatan Ketahanan Masyakarat Pasca-Pandemi Covid-19 Berbasis Kearifal Lokal dan Moderasi Beragama (2022) adalah mengarah pada analisis-analisis sosial kritis yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Tujuan mendorong percepatan pemulihan, tanggap menangani problem, pemberdayaan masyarakat, dan menyinergikan potensi malah berlawanan dan menjauh dari kehendak yang ditargetkan. Sekian program dirancang mahasiswa peserta KKN secara pragmatis dan parsial.

Tak mengherankan bila pengaplikasian banyak memunculkan paradoks dan ambiguitas. Ini bisa jadi disebabkan pembekalan yang amat singkat. Qibtiyatul Maisaroh dalam Mempertanyakan KKN Transformatif (Mimbar Mahasiswa, Solopos edisi 8 September 2015) mengemukakan misi akademis KKN adalah upaya memadukan berbagai ilmu, baik secara internal maupun multidisiplin, yang dikembangkan oleh perguruan tinggi.

Sedangkan misi sosial KKN adalah pemberdayaan potensi masyarakat ke arah perubahan sosial, kemandirian, dan kebebasan. Akhirnya, orientasi misi KKN yang mestinya ditunaikan sesuai panduan malah berdampak pada kebingungan di lokasi KKN.

Ada rasa khawatir program yang dicanangkan tak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Mahasiswa terus dihantui kekhawatiran itu dan kelimpungan membuat program kerja agar diterima masyarakat. Kebingungan berbuntut pada pelbagai alur kegiatan yang ditawarkan masyarakat lokasi KKN.

Gotong royong, mengajar taman pendidikan Al-Qur’an, dan membantu petani di sawah dan ladang, misalnya. Tak ada pilihan lain bagi mahasiswa selain mengikuti pelbagai alur kegiatan masyarakat, padahal misi KKN Transformatif Kerso Darma ialah mendongkrak dan merumuskan terobosan inovatif yang berdampak pada kemajuan masyarakat.

Gagasan transformatif untuk pengembangan masyarakat melalui kearifan lokal sulit terlaksana bila metodologinya tak komprehensif. Sebagai contoh, mungkin karena melihat kondisi lingkungan desa yang tak dilengkapi dengan perpustakaan, mahasiswa membuat program kerja membangun taman baca, perpustakaan, atau sejenisnya.

Sekian pamflet dan brosur bertuliskan “Mari Donasikan Buku Anda!” disebar di pelbagai media sosial. Pada tahap awal begitu bergelora mencari sumbangan buku untuk taman baca, padahal misi lain membangun taman baca tak lain sekadar memenuhi tugas membuat laporan

Sering terjadi, tatkala KKN usai, taman baca yang telah dibangun dibiarkan begitu saja tak terurus. Berakhirnya KKN seakan-akan berakhir pula tugas mahasiswa mengurus dan meneruskan etos budaya literer di desa. Berbagai program dan persoalan serangkaian KKN memang kerap menyimpang dari metode.

LP2M sebagai penyelenggara program pengabdian kepada masyarakat belum betul-betul mengabdi sebagai penanggung jawab. Arah gerak pengabdian mahasiswa masih tertuju pada nilai dan laporan semata-mata. Tak ada ketulusan membuat program kerja demi pemecahan problem di tengah masyarakat.

Program kerja dibuat ”asal jadi” dan ”asal ada” tanpa mempertimbangkan dampak, efektivitas, dan kemaslahatannya bagi masyarakat. Mengemuka pertanyaan dalam benak saya, apakah kehendak mengikuti KKN tak lebih dari sekadar memenuhi tugas akademis sebagai syarat mendapat gelar sarjana?

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 20 September 2022. Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya