SOLOPOS.COM - Ilustrasi ubu menyusui, ASI. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Apakah air susu ibu atau ASI bisa dijadikan bubuk dan amankah untuk bayi? Simak penjelasannya berikut ini.

Metode pembekuan ASI dan mengolahnya menjadi bubuk atau disebut freeze-dryed belakangan ini menjadi perbincangan masyarakat di media sosial. Metode yang dikenal juga sebagai teknik lyophilization, dilakukan dengan tujuan memperpanjang umur simpan ASI dari semula 6 bulan di dalam freezer menjadi 3 tahun, dengan alasan penghematan ruang penyimpanan ASI dan kenyamanan ibu yang ingin terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR Dr Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, Sp.A(K) mengatakan proses pengeringan untuk menghilangkan kandungan air, freeze-drying memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI.

“Tanpa bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dryed ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” kata Dr Naomi berdasarkan keterangan pers, dikutip dari Antara, Kamis (9/5/2024).

Adapun, proses freeze-dryed meliputi pembekuan ASI pada suhu ekstrem yakni minus 50 derajat Celcius selama 3-5 jam. Kemudian mengubah ASI beku itu menjadi susu bubuk menggunakan teknik sublimasi, yaitu transisi ekstraksi air selama 2 hari langsung dari bentuk padat (es) ke gas (uap air) tanpa fase cair.

Umumnya, 1 liter ASI akan menghasilkan sekitar 140 gram susu bubuk. Pembekuan ASI yang lazim dilakukan pada praktik rumahan, telah diteliti dapat menimbulkan serangkaian perubahan fisik pada komponen utama ASI seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring lamanya penyimpanan beku.

Metode freeze-drying juga tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan membunuh bakteri berbahaya. Dalam hal ini, pasteurisasi sengaja dihindari untuk menjaga probiotik vital yang ada dalam ASI. Dengan demikian maka risiko kontaminasi tetap menjadi ancaman, khususnya pada saat rekonsiliasi penambahan air pada bubuk freeze-dryed ASI sebelum dikonsumsi bayi.

“Menyusui dan memerah ASI untuk bayi mungkin terasa melelahkan dan dapat dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI. Menyusui langsung dari payudara ibu sangat direkomendasikan agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman dan meningkatkan ikatan orangtua-anak. Menyusui bukan sekadar memberikan ASI,” ujar Dr Naomi.

Metode ini adalah temuan yang relatif masih sangat baru, belum lengkap pembuktian melalui riset ilmiah sehingga belum ada aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), AAP, atau FDA.

Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia juga memperingatkan kepada semua pihak agar tidak gegabah mempromosikan atau memberikan freeze-dryed ASI kepada bayi, apalagi bayi dengan kondisi medis tertentu seperti prematur atau bayi yang mengalami gangguan kekebalan tubuh atau penyakit kronis.

Pendapat Pakar

Meski memiliki manfaat karena masa simpannya yang panjang dan dinilai praktis untuk dibawa bepergian, metode ASI bubuk ini masih menyimpan kekhawatiran di kalangan praktisi kesehatan.

Mengutip laman Verywell Family, hingga saat ini belum ada organisasi kesehatan besar seperti Academy of American Pediatrics (AAP), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) yang mempertimbangkan gagasan ASI bubuk. “Sebelum dapat direkomendasikan, keamanannya perlu ditentukan dengan jelas. Saat susu mengalami pasteurisasi, bakteri patogen akan hilang. Namun, pengeringan beku tidak menghilangkan patogen ini dengan cara yang sama,” jelas Amanda Rahman, Direktur Neonatologi Pediatrik di Rumah Sakit Universitas Staten Island.

Menurutnya, penggunaan ASI bubuk perlu memperhatikan beberapa risiko seperti apakah ASI bubuk dapat terkontaminasi bakteri, dan apakah susu tersebut dapat mempertahankan keamanan nutrisinya.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Neela Sethi, Dokter Anak, Pakar Laktasi dan Pakar MAM Baby yang berbasis di Los Angeles. Dia menjelaskan bahwa dirinya tidak merekomendasikan penggunaan ASI bubuk oleh orang tua sebelum mendapat pernyataan resmi dari organisasi kesehatan besar. “Sebagai dokter anak umum, saya mencoba untuk tetap berpegang pada pedoman AAP, pedoman CDC, pedoman FDA, dan mereka belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai keamanan dan kemanjuran ASI kering beku,” kata Sethi seperti dikutip dari Parents, pada Kamis (9/5/2024).

Layanan Kesehatan Alberta di Kanada tidak merekomendasikan penggunaan ASI bubuk karena kurangnya penelitian dan menjelaskan bahwa pengeringan beku tidak menghilangkan bakteri dan virus dalam ASI. Sethi menjelaskan bahwa bayi harus minum ASI secara eksklusif sampai mereka berusia 6 bulan. Ini dikarenakan 100% nutrisi bayi berasal dari ASI. “Itu adalah 100% nutrisi mereka dan kami ingin memastikan bahwa mereka mendapatkan nutrisi lengkap dari makanan mereka. Kami tidak 100% mengetahui bahwa hal ini berlaku pada ASI kering beku,” tegasnya. Kekhawatiran lain bagi Sethi adalah susu beku kering tidak mengalami proses pasteurisasi yang membunuh bakteri berbahaya.

 

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Viral ASI Diolah Jadi Bubuk, Amankah Bagi Bayi?”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya