SOLOPOS.COM - ALIH FUNGSI -- Suasana persawahan beririgasi teknis di Kaliancar, Selogiri, Wonogiri. Alih fungsi lahan persawahan ke fungsi non pertanian kini makin dicegah demi mempertahankan kelestarian sawah sebagai penyangga pangan. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

ALIH FUNGSI -- Suasana persawahan beririgasi teknis di Kaliancar, Selogiri, Wonogiri. Alih fungsi lahan persawahan ke fungsi non pertanian kini makin dicegah demi mempertahankan kelestarian sawah sebagai penyangga pangan. (JIBI/SOLOPOS/Triyono)

WONOGIRI – Peruntukan lahan persawahan menjadi non persawahan kini dibatasi. Hal itu sesuai dengan aturan dalam Undang-undang (UU) No 26/2007 tentang Penataan Ruang. Untuk itu, pemerintah daerah juga mengeluarkan aturan berupa Perda No 9/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Wonogiri. Hal itu merupakan kebijakan dari pemerintah daerah untuk mempertahankan lahan pertanian yang produktif.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wonogiri, Wahyuning Dharmani, Rabu (9/5/2012). “Perda itu baru disosialisasikan waktu dekat ini kepada berbagai pihak. Aturan tersebut untuk pembatasan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian,” terangnya.

Pegawai Seksi Pengaturan Penataan Pertanahan (P3) BPN, Prihastono, mengatakan sosialisasi perda tersebut sudah dilakukan ke beberapa pihak. Seperti tanggal 23 Februari yakni sosialisasi kepada SKPD dan Selasa (8/5), juga telah dilakukan sosialisasi pada para Camat. Sedangkan dalam waktu dekat akan dilakukan sosialisasi untuk sesepuh desa, LSM dan pihak desa.

Dalam perda tersebut ada aturan tentang lahan persawahan yang dibagi menjadi dua jenis. Berupa lahan basah dan lahan kering. Untuk jumlah total lahan basah di Kabupaten Wonogiri seluas 21.661 hektare merupakan area persawahan yang dengan irigasi dan selalu bisa ditanami padi. Lahan tersebut yang tidak boleh dialihfungsikan menjadi non pertanian.

Sedangkan jumlah total lahan kering di Kabupaten Wonogiri ada 66.264 hektare yang terdiri dari tegalan dan sawah tadah hujan. “Jika ada orang yang mengajukan izin alih fungsi lahan di lahan basah, kami akan langsung menolak tegas. Sebab, aturannya sudah jelas bahwa itu tidak diperbolehkan,” imbuhnya.

Ia menambahkan, sawah tadah hujan termasuk lahan kering karena produksi padi hanya pada saat turun hujan. Jadi, tidak seperti lahan pertanian pangan yang berkelanjutan atau sawah irigasi. Ia juga mengatakan, lahan persawahan yang terbesar berada di wilayah Kecamatan Selogiri.

Saat ini, ia hanya menyayangkan dalam perda tersebut belum ada pembagian zona untuk lahan-lahan itu. Sehingga jika ada pengajuan alih fungsi lahan, maka ia harus mengecek ke lapangan dan data itu disesuaikan dengan data di dinas. Ia pun harus mengecek data di sertifikat apakah itu sawah atau pertanian tegalan.

“Jika status di sertifikat merupakan sawah kelas V atau sawah tadah hujan, maka akan kami pertimbangkan. Jika itu merupakan sawah kelas I-III, maka itu merupakan lahan basah dan tidak boleh alih fungsi. Kami juga menanyakan kepada pihak desa yakni Kades atau Kadus saat mengecek ke lapangan tentang status lahan itu,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya