SOLOPOS.COM - Ilustrasi Menolak Lupa (Twitter.com)

Solopos.com, SOLO — Enam belas tahun berselang selepas reformasi digulirkan, penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Indonesia belum menemui titik terang. Sejumlah tokoh yang disinyalir terlibat dalam aksi penghilangan nyawa aktivis, hingga kini masih menghirup udara kebebasan.

Geram dengan janji penguasa yang selalu menebar kesanggupan menyelesaikan kasus tersebut, sejumlah musisi pun membuat demonstrasi kreatif. Protes ini disampaikan lewat sekeping cakram padat bertajuk Menolak Lupa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Peluncuran album kompilasi musik solidaritas untuk penegakan HAM tersebut digelar di Amphiteater Taman Budaya Yogyakarta, Kamis (26/6/2014) malam. Album Menolak Lupa memuat karya lagu dari lima band indie asal Solo, Jogja, dan Jakarta. Kelima band itu antara lain Siasat, Ilalang Zaman, Banda Neira, Kepal SPI, dan Merah Bercerita.

Nama yang pertama dan terakhir merupakan dua band yang kerap berkoar menyuarakan kritik sosial di Kota Bengawan. Peluncuran album tersebut diinisiasi Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, AJI Indonesia, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Ikatan Keluarga Orang Hilang, dan Anti-Tank.

Ekspedisi Mudik 2024

Band Siasat menyumbangkan lagu bertajuk Menolak Lupa. Duo pengusung aliran folk-balada yang terbentuk awal 2014 lalu ini sengaja menyumbangkan lagunya lantaran geram dengan impunitas (pembiaran pelaku kejahatan) yang selama ini masih menjadi duri dalam penegakan hukum Indonesia.

“Lagu ini saya tulis bareng Angga [gitaris dan vokalis Siasat] 2010 lalu. Tapi baru saja direkam. Lagu ini sengaja kami bikin untuk mengingatkan masyarakat bahwa kasus pelanggaran HAM di negara kita belum kelar,” jelas Bara, vokalis dan gitaris Siasat, saat berbincang dengan Solopos.com, di Solo, Jumat (27/6).

Menurut Bara, penggarapan musik latar lagunya sengaja dibuat sederhana untuk menonjolkan kekuatan liriknya. “Sebenarnya bagi yang mengalami, lagu ini bisa menjadi refleksi yang menyakitkan. Tapi bagi awam bisa jadi pengingat. Musik di lagu ini sengaja kami bikin simpel saja,” bebernya.

Bara mengungkapkan dirinya tertarik menyumbang lagu di album kompilasi tersebut lantaran musiknya sejalan dengan ide perjuangan rekan-rekannya untuk menuntut keadilan. “Awalnya ditawari untuk ikut bikin album ini sama teman-teman di Jogja. Terus saya jawab kenapa enggak. Kami sebagai musisi juga ingin menggugah lewat musik,” katanya.

Selain Siasat, band lain yang berkontribusi dalam album kompilasi itu adalah Merah Bercerita. Band yang digawangi Fajar Merah (vokal, gitar), Yanuar Arifin (bas), Alfian Adi Anggoro (drum), dan Gandhiasta Andarajati (gitar) ini, menyumbangkan lagu berjudul Kebenaran akan Terus Hidup.

Lagu garapan Merah Bercerita itu dengan lantang menyuarakan semangat perjuangan para aktivis untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM. Tengok saja bait liriknya yang cukup provokatif berikut ini. “… Aku akan tetap ada dan berlipat ganda. Siapkan barisan dan siap untuk melawan. Aku akan tetap ada dan berlipat ganda. Akan terus memburumu seperti kutukan…

Fajar menerangkan lagunya sengaja dibuat untuk mengenang para aktivis yang nyawanya telah dihilangkan. “Walaupun mereka sudah tidak ada, tapi semangat mereka akan tumbuh dan menularkannya kepada yang lain,” jelas putra aktivis Wiji Thukul ini.

Musisi lain yang ikut berkontribusi di album ini adalah Ilalang Zaman, band yang terbentuk dari lembaga pers mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Sedangkan Banda Neira ialah band yang dimotori oleh seorang jurnalis, Ananda Badudu. Sementara Kepal SPI merupakan grup yang berisikan musisi jalanan Jogja yang tergabung dalam Serikat Pengamen Indonesia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya