SOLOPOS.COM - <i>BLUMBANG</i><i>—Masjid Wonokusumo yang berada di Dukuh Wonotoro, Desa Catur, Kecamatan Sambi, masih mempertahankan blumbang sedalam 2,5 meter di depan kompleks masjid sebagai bagian dari sejarah Alas Wanatara. Foto diambil Kamis (18/8).</i>

Penamaan sebuah daerah atau kawasan tidak lepas dari sejarah yang mengiringinya. Tak terkecuali Alas Wanatara, yang berada di wilayah Desa Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali. Memang saat ini di tempat itu sudah tak dijumpai lagi hutan lebat, meski masih ada nama Alas yang berarti hutan. Namun ternyata, nama tempat ini tidak lepas dari sejarah mata air Umbul Tlatar di Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, yang kini menjadi objek wisata air yang terkenal.

BERNILAI SEJARAH -- Masjid Wonokusumo yang berada di Dukuh Wonotoro, Desa Catur, Kecamatan Sambi, masih mempertahankan kolam sedalam 2,5 meter di depan kompleks masjid sebagai bagian dari sejarah Alas Wanatara. (JIBI/SOLOPOS/Ahmad Mufid Aryono)

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Cikal bakal munculnya Alas Wanatara terkait tokoh bernama Ki Ageng Giring atau Ki Ageng Wanakusuma, yang merupakan keturunan terakhir Majapahit. Ki Ageng Giring yang sebelumnya belajar pada Syeh Maulana Malik Ibrahim berencana melakukan ritual mengembara ke tanah Jawa. Salah seorang tokoh masyarakat Dukuh Wonotoro, Desa Catur, Sambi, Suali Ali Atmojo, 66, mengatakan saat mengembara tersebut Ki Ageng Giring diminta mencari Alas Tara. Setelah berjalan jauh, dia
akhirnya menemukan tempat yang luas.

“Dari sejarah yang ada, di tempat itu ternyata sudah ada masjid, tetapi tidak tahu siapa yang membangun. Kemudian Ki Ageng Giring dan pengikutnya melakukan babat alas dan menamakan daerah itu menjadi Wanatara,” ujar Suali. Suali menambahkan setelah itu, Ki Ageng Giring berusaha mencari air dengan bersemedi di Tuk Sipendok di lereng Gunung Merbabu. Saat semedi itu, jelas Suali, Ki Ageng Giring mendapat wangsit untuk berjalan ke timur. Dalam perjalanannya itu, ada syarat yang harus dilakoni Ki Ageng Giring, yakni tidak boleh tengok kanan dan kiri sebelum sampai ke Alas Wanatara.

“Ternyata karena tersesat dan tidak tahu arah, ternyata Ki Ageng Giring berhenti di Tlatar dan muncullah mata air di Tlatar tersebut,” papar dia. Kemudian, lanjut Suali, Ki Ageng Giring melanjutkan kembali perjalanannya ke Wanatara. Namun, di tengah perjalanan, Ki Ageng Giring terhalang badai dan hujan deras. Karena tidak kuat akhirnya, syarat tidak boleh tengok kanan dan kiri dilanggarnya.

“Akhirnya daerah itu sekarang bernama kampung Udan Uwuh, masuk Kabupaten Semarang,” tandas Suali. Karena belum berhasil juga sampai di Wanatara, lanjut Suali, Ki Ageng Giring kembali bersemedi. Setelah mendapat wangsit, akhirnya, dengan menggunakan tongkat, mengalir air dari daerah Udan Uwuh hingga ke Wanatara.

Suali menambahkan keberadaan masjid yang hingga saat ini masih digunakan warga itu juga memiliki sejarah panjang. Masjid yang diperkirakan dibangun 1478 M itu juga pernah dibakar saat pemberontakan DI/TII tahun 1952 itu memiliki sebuah blumbang atau kolam yang berada di depan masjid. Keberadaan kolam dengan kedalaman sekitar 2,5 meter itu kini masih dipertahankan. “Blumbang itu digunakan untuk berwudu dan kebutuhan air bagi warga,” jelas dia.
Masjid yang bernama Masjid Wonokusumo itu kini masih berdiri kokoh. Bahkan dua dari empat saka guru masjid masih utuh. “Dua saka guru sempat terbakar saat pemberontakan tahun 1952 lalu,” pungkas dia.

Ahmad Mufid Aryono

Peta jalan menuju Desa Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali:

Lihat Peta Lebih Besar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya