SOLOPOS.COM - Ilustrasi sawah. (Freepik)

Solopos.com, SUKOHARJO-Sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Sukoharjo menyoroti masifnya konversi lahan pertanian produktif untuk perumahan dan industri. Mereka minta agar instansi pemerintah menyetop alih fungsi sawah produktif demi menjaga surplus padi dan mewujudkan swasembada pangan.

Seorang akvitis LSM Jempol, Wahyu Soni, mengatakan alih fungsi lahan pertanian produktif di Sukoharjo menjadi perumahan marak terjadi selama beberapa tahun ini. Hal ini kontradiktif dengan kebijakan pemerintah pusat yang berupaya mewujudkan swasembada pangan. Terlebih, wilayah Sukoharjo merupakan salah satu daerah penghasil atau lumbung padi di Jawa Tengah.

Promosi Membangun Jejaring dan Komunitas Pacu UMKM Naik Kelas dan Ekspor

“Semestinya pembangunan perumahan bisa memanfaatkan lahan tidur yang tersebar di setiap daerah. Bukan justru melakukan alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi perumahan atau industri,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (14/5/2024).

Soni, sapaan akrabnya, khawatir bila alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi perumahan dibiarkan maka Sukoharjo tak mampu mempertahankan predikat sebagai daerah lumbung padi. Alih fungsi lahan pertanian, lanjut Soni, tak hanya terjadi di wilayah perkotaan melainkan perdesaan.

Karena itu, Soni meminta agar Pemkab Sukoharjo dan DPRD Sukoharjo mencermati dan meneliti apakah lokasi pembangunan perumahan di lahan pertanian produktif atau tidak. “Kalau bisa distop dahulu untuk penerbitan izin pembangunan perumahan di lahan pertanian. Saya beri contoh, lahan pertanian di wilayah Kelurahan Mandan, Sukoharjo banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan,” ujar dia.

Senada, aktivis LSM lainnya, Edy Budiyono, mengatakan para anggota legislatif harus melakukan kajian ulang terkait regulasi yang mengatur pemanfaatan lahan pertanian produktif. Pertanian menjadi sektor strategis dan vital yang harus diperhatikan serius oleh para pemangku kepentingan.

Apabila lahan pertanian produktif semakin berkurang maka otomatis cita-cita menuju swasembada pangan bakal pupus. “Implikasinya, pemerintah pusat harus melakukan impor beras dari negara lain. Dengan harga beras di pasaran yang tak terjangkau masyarakat menengah ke bawah. Imbasnya, banyak masyarakat yang terancam kelaparan karena tak kuat membeli beras dan bahan pangan,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Prasarana dan Sarana Dinas Pertanian dan Perikanan Sukoharjo, Heri Budi Prihananto mengatakan Pemkab Sukoharjo tetap berkomitmen melindungi dan menjaga lahan pertanian produktif di Kabupaten Jamu. Kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) di Sukoharjo seluas 23.742 hektare. Lahan pertanian produktif itu terdiri dari lahan pertanian basah seluas 20.814 hektare dan lahan pertanian kering seluas 2.928 hektare yang tersebar di 167 desa/kelurahan.

Namun demikian, Heri tak memungkiri lahan pertanian menyusut karena beralih fungsi menjadi pabrik, rumah toko (ruko) maupun permukiman. “Konversi lahan pertanian untuk permukiman atau industri terjadi di kawasan satelit atau daerah penyangga Kota Solo seperti Kecamatan Kartasura, Baki, dan Mojolaban,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya