SOLOPOS.COM - Mahasiswa terlibat adu mulut dengan polisi saat melakukan aksi blokir Jalan By Pass, Klaten, Kamis (22/5/2014). Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes atas penetapan status tersangka kepada dua rekan aktivis mahasiswa Stikes Muhammadiyah Klaten. (JIBI/Solopos/Shoqib Angriawan)

Solopos.com, SOLO—Pendiri Komunitas Blogger Bengawan, Blontank Poer mengatakan penerapan Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap dua mahasiswa STIKES Muhammadiyah dinilai tidak tepat. Selain itu, diskusi ke dua mahasiswa di grup tertutup jejaring sosial facebook seharusnya tidak melebar ke luar.

“Saya menyoroti ada pihak yang membocorkan diskusi ke dua mahasiswa pada grup tertutup itu. Seharusnya kalau benar-benar tertutup, apa yang menjadi perbincangan di dalamnya tidak sampai ke luar,” kata Blontank dihubungi solopos.com, Jumat (23/5/2014).

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Blontank juga meminta semua pihak menjunjung tinggi prinsip keterbukaan untuk kepentingan umum. Ketika menemukan ketidaktransparan maupun ketidakadilan dan sejenisnya, sambung dia, hak menyampaikan pendapat adalah sah untuk dilakukan.

“Kalau mencermati kasus ini, dimana ke dua mahasiswa menyuarakan pola rekruitmen yang tidak transparan itu sah-sah saja. Hla malah kena pasal pencemaran nama baik,” kata dia.

Menurut Blontank, penyampaian pendapat menuntut transparansi manajemen kampus dibenarkan, sepanjang sesuai dengan peraturan internal kampus. “Pelapor menggunakan dasar bukti apa saat melaporkan? Ini kaitannya dengan alat bukti pelaporan. Apakah si pelapor ada di dalam grup itu?” tukas dia.

Blontank juga menilai kasus pencemaran nama baik itu masih abu-abu. “Menghadirkan bukti sama saksi, nanti lah itu proses persidangan. Yang harus disoroti adalah dasar pelaporan yang harus kuat. Polisi berlebihan kalau menahan dua orang itu. Seharusnya mereka tidak ditahan,” tegasnya.

Penahanan yang menggunakan pasal 27 ayat tiga UU ITE, lanjutnya, dinilai tidak tepat. “Tepat kalau digunakan untuk melindungi transaksi di dunia maya, namun tidak bijak jika dikaitkan dengan kebebasan berpendapat,” tandas dia.

Senada, Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin menyampaikan keprihatinannya dalam penggunaan UU ITE untuk membatasi penyampaian pendapat.

“Saya menilai pasal 27 ayat tiga UU ITE ini adalah pasal karet. Kasus dua mahasiswa itu tidak punya relevansi untuk ditindaklanjuti, karena tidak ada unsure pidana. Kami menganggap masalah ini harus di drop karena bagian dari implementasi kebebasan berekspresi,” ujar Nawawi dalam pesan singkat kepada solopos.com.

Sebelumnya, dua mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Muhammadiyah Klaten yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Klaten karena komentar mereka di grup Facebook, bisa dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Menurut Kapolres Klaten, AKBP Nazirwan Adji Wibowo, ancaman hukuman dalam kasus seperti ini bisa 10 tahun penjara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya