SOLOPOS.COM - Kartu Pra Kerja (Noval Dhwinuari Anthony/Detik.com).

Solopos.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa metode pelaksanaan program pelatihan program Kartu Prakerja berpotensi menimbulkan kerugian negara. Hal ini didapat berdasarkan kajian KPK terkait dengan Kartu Prakerja.

“Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif dan merugikan keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis (18/6/2020).

Promosi Kuliner Legend Sate Klathak Pak Pong Yogyakarta Kian Moncer Berkat KUR BRI

WHO Soroti Tingginya Positive Rate Covid-19 Indonesia, Tak Layak New Normal?

Alexander mengatakan potensi kerugian negara disebabkan karena metode pelatihan Kartu Prakerja hanya satu arah. Karena itu pelatihan tersebut tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.

KPK juga mendapatkan sejumlah temuan ihwal lembaga pelatihan yang menerbitkan sertifikat meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih.

Dokter Perempuan Surabaya Telanjang di Jalan, Ini Kronologi Sebenarnya

“Peserta sudah mendapatkan insentif meskipun belum menyelesaikan seluruh pelatihan yang sudah dibeli. Sehingga negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta,” kata Alexander menjelaskan potensi kerugian negara dalam Kartu Prakerja.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga sempat melakukan kajian sejenis terkait Kartu Prakerja. Dalam temuan ICW, Sejumlah lembaga pelatihan diragukan kredibilitasnya dalam penyelenggaraan pelatihan secara daring.

Virus Corona di Indonesia Sudah Bermutasi, Beda Tipe dari Negara Lain

Selain berpotensi menimbulkan kerugian negara, Kartu Prakerja juga tidak direspons baik oleh publik. Dalam survei Indikator yang dirilis Minggu (7/6/2020), 38,7 persen responden tidak setuju pelatihan online yang terintegrasi dalam Kartu Prakerja. Sementara itu, 10,2 persen menyatakan sangat tidak setuju.

Adapun, 25,3 persen responden setuju dengan program tersebut dan 4,5 persen sangat setuju. Jika digabungkan antara yang bernada setuju dan tidak setuju, maka sebanyak 48.9 persen responden tidak setuju.

Sedangkan kelompok yang setuju 29,8 persen. Ada 21,4 persen lainnya yang memilih tidak tahun dan tidak menjawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya