SOLOPOS.COM - Hangabehi (Dok.SOLOPOS)

Tedjowulan (Dok.SOLOPOS)

Solo (Solopos.com)–Paku Buwono (PB) XIII Tedjowulan siap melakukan rekonsiliasi dengan kubu PB XIII Hangabehi untuk mengakhiri dualisme raja di Keraton Kasunanan Surakarta.

Dia tak menampik salah satu fakta yang ikut membuat dinasti Mataram Islam itu kian memprihatinkan ialah terjadinya dualisme raja.

”Saya siap rekonsiliasi. Kapan pun waktunya,” tegas Tedjowulan menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan gelar kepangkatan di Sasana Purnama Badran Kottabarat, Solo, Selasa (22/11/2011).

Menurutnya, yang dibutuhkan kedua belah pihak saat ini ialah menghadirkan kesadaran tingkat tinggi untuk bersama-sama saling terbuka demi mengembalikan kewibawaan Keraton Kasunanan Surakarta.

Itulah sebabnya, lanjut Tedjowulan, hal pokok yang harus diselesaikan di lingkungan Keraton ialah soal kepemimpinan dan manajemen.

Saat ini, dia berharap ada pihak-pihak yang bersedia menjadi mediator demi terciptanya rekonsiliasi dua raja kembar tersebut. Rekonsiliasi tersebut, tegasnya, semata-mata demi mengembalikan kewibawaan Keraton Kasunanan Surakarta di mata masyarakat.

”Bisa pemerintah, Pemkot atau media. Yang jelas, kita semua butuh kesadaran tingkat tinggi itu,” terangnya.

Terkait posisinya sebagai raja di luar tembok keraton, Tedjowulan sama sekali tak mempermasalahkannya. Menurutnya, seorang raja ialah titah dari rakyat yang menjiwai semangat rakyat. Dia bisa tinggal di dalam atau pun di luar tembok keraton.

Hal senada disampaikan adik PB XIII Tedjowulan, KPH Dipokusumo. Menurut Dipo, mengembalikan kejayaan Keraton Kasunanan Surakarta harus diikuti dengan mengembalikan kewibawaan Keraton.

Hal itu, sambungnya, harus dilakukan secara menyeluruh, bukan semata-mata selesai pada perkara renovasi bangunan. ”Kopen sekaligus kajen. Itu catatannya,” terangnya.

Dipo juga menegaskan desain penataan Keraton Kasunanan Surakarta bukanlah isu baru. Melainkan telah dibahas pada 1990-an silam. Salah satu konsep penataan Keraton kala itu, jelas Dipo, ialah pelestarian, pengembangan, dan inovasi.

”Tak benar kalau pemerintah dianggap tak peduli dengan Keraton. Dana setiap tahun diberikan, bahkan pernah ditata kembali agar menjadi magnet wisata dan pusat kebudayaan Jawa, namun karena konflik tak berkesudahan, ya akhirnya tak terealisasi,” terangnya.

Menanggapi kesiapan Tedjowulan untuk rekonsiliasi, Pangageng Parentah Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta, GKR Koes Murtiyah Wandansari, menegaskan persoalan PB XIII Tedjowulan bukan lagi persoalan Keraton Kasunanan. Dia tetap berpendirian Keraton telah memiliki hukum adat yang terus diwariskan secara turun-temurun.

Keberadaan PB XIII Tedjowulan, tegasnya, berada di luar hukum adat itu. ”Kami tak ada toleransi terhadap mereka, gerombolan yang merusak tatanan adat itu,” katanya.

Dia juga mengecam sikap pemerintah yang dinilai tak menghiraukan keluhan keluarga Keraton Kasunanan Surakarta. Padahal, sambungnya, pemerintah yang memiliki konstitusi mestinya menghormati nilai-nilai adat tersebut.

”Kalau pemerintah melanggar amanat konstitusi, ya kami akan memilih pemerintah yang tak ingkar kepada konstitusi,” tegas dia yang akrab disapa Mbak Moeng.

(asa/kur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya