SOLOPOS.COM - Ilustrasi penganiayaan (JIBI/Solopos/Dok)

Kekerasan terhadap dua jurnalis di Medan yang dilakukan oleh anggota TNI AU dikutuk oleh AJI Solo.

Solopos.com SOLO — Kekerasan terhadap dua jurnalis di Sari Rejo, Polonia, Medan, Senin (15/8/2016), mendapatkan reaksi dari para jurnalis. Salah satunya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Solo yang mengutuk kekerasan itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Ini menambah deretan panjang kekerasan serupa terhadap awak media. Apalagi, hal ini kembali dilakukan oleh aparat negara yang seharusnya memberikan perlindungan, bukan sebaliknya, melakukan kekerasan terhadap warga negara,” ungkap Ketua AJI Solo, M Khodiq Duhri, dalam siaran pers AJI Solo, Selasa (16/8/2016).

Sebelumnya, dua jurnalis yaitu, Andri Syafrin Purba, 36, jurnalis MNC TV; dan Array Argus, jurnalis Tribun Medan, menjadi bulan-bulanan personel TNI AU yang menyerang mereka secara membabi buta.

Akibatnya keduanya mengalami luka di kepala, tangan, dan rusuk. “Hal ini jelas tidak bisa dibenarkan, apalagi jurnalis yang menjadi korban tersebut sedang menjalankan tugas profesinya, yaitu meliput peristiwa.”

AJI Solo menilai peristiwa ini menunjukkan adanya arogansi aparat di Indonesia dan tak peduli dengan profesi jurnalis yang dilindungi undang-undang. Pasal 8 UU No. 40/2009 tentang Pers jelas menyebutkan ”Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum”. Pasal 4 juga jelas menjamin kemerdekaan pers sebagai hak azazi warga negara. Di poin 3 pasal yang sama, disebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

“Namun kenyataan sering berkata lain. Jurnalis sebagai garda depan pers di lapangan sering mendapatkan rintangan dalam menjalankan tugas. Tak hanya rintangan, mereka juga menerima kekerasan seperti pengusiran, pengerusakan terhadap alat kerja jurnalis, hingga kekerasan fisik.”

AJI Indonesia mencatat sepanjang Mei 2015-April 2016, telah terjadi 39 kasus kekerasan pada jurnalis dalam berbagai bentuk. Kekerasan terhadap jurnalis paling banyak dilakukan oleh warga dengan 17 kasus, kemudian oleh polisi (11 kasus), oleh pejabat pemerintah (8 kasus), oleh TNI, Satpol PP, dan pelaku tidak dikenal (masing-masing 1 kasus). Tahun lalu, ada 14 kasus serupa yang juga dilakukan oleh warga dan pejabat pemerintahan.

AJI Solo mengingatkan Polri agar menegakkan hukum dengan serius mengungkap kasus-kasus tewasnya jurnalis karena pemberitaannya. “Apalagi jelas bahwa dalam banyak kasus, kekerasan fisik menimpa para korban selain perampasan alat kerja mereka.”

Karena itu, AJI Solo menyatakan sejumlah sikap. Pertama, AJI Solo mengutuk tindak kekerasan kepada dua jurnalis di Medan yang dilakukan oleh anggota TNI AU. Kedua, menyatakan simpati kepada dua jurnalis yang menjadi korban kekerasan. Ketiga, mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dan tidak ragu atau takut meskipun melibatkan anggota TNI.

Keempat, AJI Solo mendesak kepada kepolisian untuk mengusut tuntas rentetan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan tidak melakukan pembiaran. Terakhir, AJI mendesak kepada semua pihak, baik Polri, TNI, aparat pemerintah, dan warga, untuk menghormati pekerjaan jurnalistik yang dilindungi undang-undang serta tak lagi melakukan kekerasan terhadap jurnalis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya