SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Makassar--Kesejahteraan pekerja pers masih suram di tengah pertumbuhan industri media, bahkan banyak yang menjadi korban PHK sebagai dampak dari kebijakan media, kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar Mardiana Rusli.

“Sepanjang 2008-2009 AJI mencatat sedikitnya ada 100 pekerja pers yang dipecat, sementara sebagian pekerja pers lainnya hidup dibawah upah minum regional (UMR),” kata Mardiana di Makassar, Rabu.

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Menurut dia, kondisi tersebut jauh lebih buruk pada 2010, karena masalah ketenagakerjaan di kalangan media massa meningkat dratis dibanding tahun sebelumnya.

Sebagai gambaran, pada sejumlah media nasional PHK massal dan skorsing bernuansa pemberangusan serikat pekerja telah menimpa sedikitnya 200 pekerja pers di sejumlah TV swasta seperti Indosiar dan AnTV yang melakukan PHK massal terhadap 40-an pekerjanya.

Selain itu, PKH juga dialami 144 pekerja koran Berita Kota, Jakarta pascaakuisisi Kompas Gramedia. Nasib serupa dialami 50-an pekerja Suara Pembaharuan dan grup media kelompok Lippo.

“Kondisi serupa juga terjadi di daerah. Di Sulsel misalnya, pada 2007 PHK massal pekerja pers Pedoman Rakyat karena perusahaan gulung tikar, dan di Aceh Mei 2009 sebanyak 60 pekerja pers Harian Aceh Independen juga terkena PHK,” ujarnya.

Berkaitan dengan peringatan hari buruh se-dunia 1 Mei, ia mengatakan, perlu melakukan perenungan dan upaya untuk mendorong agar nasib pekerja pers dapat hidup lebih sejahtera sesuai dengan pasal 10 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

“Undang-undang tersebut memberikan mandat kepada semua perusahaan media untuk meningkatkan kesejahteraan pekerjanya, baik melalui kepemilikan saham, kenaikan gaji, bonus, serta asuransi yang layak,” kata Mardiana.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Pendidikan Informasi dan Media Publik (LaPISMedik) Makassar Hadawiah mengatakan, sosialisasi kebijakan itu perlu digencarkan, khususnya kepada pengambil kebijakan di suatu media.

“Karena tanpa kesadaran dari pemilik media atau penentu kebijakan untuk menyejahterakan pekerja persnya, UU itu tidak akan ada artinya,” katanya.

Ant/tya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya