SOLOPOS.COM - Ilustrasi penganiayaan (JIBI/Solopos/Antara)

AJI Jakarta mengecam tindakan anggota FPI yang diduga memukul jurnalis di dekat Markas FPI, Petamburan, Jakarta Pusat.

Solopos.com, JAKARTA — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam keras tindakan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang diduga memukul jurnalis Tirto.id, Reja Hidayat, di dekat Markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, Rabu (30/11/2016). AJI Jakarta mendesak kepolisian mengusut kasus kekerasan ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Ketua AJI Jakarta, Ahmad Nurhasim, tindakan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. “Tindakan kekerasan terhadap jurnalis jelas melawan undang-undang dan mengancam kebebasan pers,” kata Ahmad Nurhasim dalam rilisnya, Kamis (1/12/2016).

“Bila keberatan terhadap berita yang ditulis media tempuhlah cara yang beradab dengan hak jawab atau laporkan ke Dewan Pers, bukan dengan memukul jurnalisnya,” lanjutnya.

AJI memandang tindakan kekerasan ini mencerminkan pelaku tidak menghormati profesi jurnalis. Menurut Nurhasim, jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Pers saat melaksanakan kegiatan jurnalistik sejak mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan informasi yang didapat kepada publik.

“Ancaman dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis juga menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar,” kata dia.

Kronologi Pemukulan

Menurut AJI Jakarta, kasus ini bermula saat Reja Hidayat tiba di markas FPI pada Rabu sekitar pukul 13.00 WIB untuk meliput rapat persiapan aksi 2 Desember 2016 sekaligus berencana mewawancarai pemimpin FPI Rizieq Shihab. Namun, tidak bisa masuk dan hanya berdiri di depan gerbang sambil mencari informasi.

Seusai salat asar berjamaah, Reja disambangi seorang laki-laki berseragam laskar FPI. Lelaki tersebut menanyakan asal media Reja seraya menghardik untuk menghapus seluruh hasil reportase. Karena Reja belum menulis berita, tak ada yang bisa dihapus. Jawaban Reja membuat orang itu marah dan memukuli bahu Reja. Setelah itu, Reja didorong masuk ke dalam sebuah rumah di dekat markas FPI.

Di ambang pintu masuk rumah, laskar FPI itu kembali memukul bagian belakang kepala Reja sembari menghardiknya untuk menghapus semua laporan liputan. Sekali lagi Reja menjawab “tak ada berita yang ditulis”. Mukanya kembali ditampar oleh laskar yang tampak marah. Pada saat itu, Reja dipukul berulang kali.

Laskar ini kemudian mengusirnya dari ruangan tersebut. Reja keluar dengan ketakutan, sampai akhirnya di ujung gang ia bertemua dua jurnalis lain, satu dari Gatra dan satu lagi dari JPNN. Oleh laskar yang sama, mereka pun diusir untuk menjauh dari lokasi rapat.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Jakarta Erick Tanjung mengatakan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota laskar FPI ini sudah masuk kategori pidana dan seharusnya pelakunya diproses hukum. Selain pelaku bisa dijerat pasal pidana yang merujuk pada KUHP, Pasal 18 UU Pers juga bisa dipakai untuk menjerat pelaku.

Pasal ini menyatakan, siapapun yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalang-halangi kemerdekaan pers dan kerja-kerja jurnalistik bisa diancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp500 juta. “Pelaku bisa diancam dua pasal sekaligus. Kasus ini harus segera ditindaklanjuti polisi, agar tak ada ketakutan bagi jurnalis untuk meliput kegiatan masyarakat,” kata Erick dalam rilis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya