SOLOPOS.COM - Ajaran Saminisme dituangkan dalam Sedulur Sikep, memperlakukan sesama manusia sebagai saudara_keluarga tanpa memandang perbedaan suku,ras,dan agama (Instagram/@@bangkitnya_kepercayaan_adat)

Solopos.com, BLORA -- Ajaran Samin atau yang disebut sebagai Saminisme merupakan sebuah keyakinan asli Nusantara yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko, seorang petani lokal yang berasal dari Desa Randublatung, Kabupaten Blora.

Ajaran yang dikembangkan adalah sikap memperlakukan sesama ‘wong’ (Bahasa Jawa: Orang) seperti saudara atau keluarga sendiri tanpa melihat latar belakang, status, ras hingga agama. Sedulur sikep terdiri dari dua kata, yaitu ‘sedulur’ berarti  saudara dan ‘sikep’ berarti sikap.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pada masa pemerintahan kolonial  Belanda di Indonesia, para komunitas Saminisme yang dikenal dengan komunitas sikep atau wong sikep menggunakan ajarannya sebagai bentuk perlawanan melawan pemerintahan kolonial dengan cara menolak membayar pajak dan semua peraturan dari pemerintah kolonial.

Baca Juga : Saminisme, Kepercayaan Asli Warga Pesisir Utara Pulau Jawa

Mengutip dari situs Detik.com, Jumat (18/6/2021), masyarakat sikep sering kali memusingkan pemerintah kolonial Belanda dan Jepang dengan sikap ini, yang mana sampai sekarang masih suka dianggap menjengkelkan oleh kelompok luar.

Namun sebutan wong sikep lebih disukai karena menurut mereka istilah wong  sikep memiliki konotasi positif, yaitu orang yang baik dan jujur. Masyarakat wong sikep memang dikenal jujur dan terbuka kepada siapapun, termasuk pada orang yang belum dikenal.

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa sehari-hari yang dikenal sebagai boso ngoko. Mereka menganggap boso ngoko lebih memiliki sifat sedulur atau persaudaraan yang lebih kuat. Meskipun dalam Bahasa Jawa ada tingkatan tata bahasa sebagai bentuk penghormatan khususnya kepada kelompok yang lebih tua atau berderajat lebih tinggi, masyarakat sikep lebih mengedepankan tindakan dan perilaku.

berita terpopuler Omah Kendeng, tempat pertemuan komunitas Saminisme dalam bermusyawarah hingga nguri-nguri budaya (1)
Omah Kendeng, tempat pertemuan komunitas Saminisme dalam bermusyawarah hingga nguri-nguri budaya (Instagram/@bangkitnya_kepercayaan_adat)

Baca Juga : Menilik Kuliner Opor Ayam Khas Pati yang Fenomenal

Praktek Ajaran Saminisme

Sikap bersaudara yang sangat kental salah satunya adalah dengan menggelar  arisan setiap  35 hari sekali. Dalam acara arisan itu nanti akan  ada iuran dari masing-masing wong sikep, yang nantinya dikumpulkan menjadi tabungan dan bisa dipinjamkan kepada semua wong sikep yang membutuhkan tanpa memberikan bunga.

Berdasarkan pantauan Solopos.com melalui kanal Youtube Rey_Re Entertain, dalam wawancara dengan salah satu tokoh sesepuh masyarakat sikep bernama Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo mengatakan bahwa ajaran sikep yang dikembangkan oleh Samin Surosentiko pada  tahun 1859 ini sebelumnya sudah ada sejak abad ke-17 sebelum masehi.

Namun ajaran ini sulit berkembang karena banyaknya pengaruh budaya luar yang masuk ke  Nusantara hingga masuknya masa kolonialisme dimana ada beberapa rakyat yang menjadi antek-antek penjajah.

Profil Keluarga Masyarakat Sikep di Pati
Keluarga Masyarakat Sikep di Pati.  (Instagram/@purplerebel)

Mbah Pramugi juga menjelaskan bahwa ajaran Sedulur Sikep yang dikembangkan oleh Samin  Surosentiko atau yang akrab oleh masyarakat sikep disebut sebagai Mbah Samin mengajarkan bahwa ‘wong urip’ atau orang yang hidup di dunia memiliki 5 tujuan, yaitu demen (Kesenangan), becik  (Kebaikan), rukun (Kedamaian), seger  (Kesegaran), waras (Kesehatan).

Salah tujuannya,  Becik atau Kebaikan dicontohkna secara sederhana misalnya  dalam perjalanan menemukan uang di jalan dalam jumlah besar harus diabaikan, tidak boleh diambil karena bukan hak milik orang yang menemukan tersebut. Namun Jika uang itu jatuh dari pemiliknya dan diketahui oleh wong sikep lain, dia harus memberitahukan pemilik uang tersebut jika uangnya jatuh.

Dalam hal pernikahan, masyarakat sikep mempercayai bahwa pernikahan adalah alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya menciptakan “Atmaja (U) Tama (anak yang mulia)

Baca Juga : KA Nusa Tembini Digadang Angkat Pariwisata Banyumas

Saat hendak menikah, mempelai laki-laki harus mengucapkan kalimat yang bunyinya kurang  lebih “ Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama…… Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua.”

Karena kalimat yang demikian, mempelai laki-laki dari masyarakat sikep harus setia sehidup semati dengan perempuan yang  dia nikahi dan tidak diperkenankan untuk berpoligami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya