SOLOPOS.COM - Prasarana yang terletak di Cabean, Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Boyolali, Minggu (23/12/2012), menyalurkan air dengan bantuan pipa menuju ke rumah-rumah warga. (Oriza Vilosa/JIBI/SOLOPOS)


Prasarana yang terletak di Cabean, Desa Gedangan, Kecamatan Cepogo, Boyolali, Minggu (23/12/2012) yang menyalurkan air dengan bantuan pipa menuju ke rumah-rumah warga. (Oriza Vilosa/JIBI/SOLOPOS)

Menyusuri desa di Kecamatan Cepogo, Minggu (23/12/2012), Solopos.com nyaris tak menemui sumur di pekarangan warga. Hampir setiap sisa pekarangan rumah di sana ditanami beberapa jenis sayuran.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dari mana warga di sana mendapatkan air?

Pipa-pipa yang berada di pinggiran jalan kampung-kampung itulah jawabannya. Seperti di Wonosari, Desa Wonodoyo. Pipa-pipa terpasang  mengait ke bak-bak yang lazimnya terletak di pinggir pertigaan atau perempatan jalan. Pipa-pipa tersebut menyalurkan air dari sumber yang berada di Surateleng.

“Sudah lama [pipa] terpasang. Yang lewat sini ada empat jalur, tertuju ke Mriyan, Jombong dan Badran,” jelas salah seorang warga Wonosari, Surat, 40.

Lama sudah budaya itu diterapkan warga untuk memenuhi kebutuhan air. Seingat Surat, pada 1978 cara tersebut ada. “Dulunya ya beli pipa sendiri lalu setiap RT ada pengelola penarikan iurannya,” imbuhnya.

Dalam sebulan, Surat hanya merogoh kocek Rp2000. Uang tersebut diserahkannya sembari menghadiri kumpulan warga, rutin setiap tanggal 20.  “Sembari kumpulan RT, saya bayar iuran. Saat-saat seperti itu biasanya sekaligus menjadi kesempatan menyampaikan permasalahan pipa, ya soal air juga, semisal ada saluran yang bermasalah,” ungkapnya.

Budaya serupa juga terjadi di Karangnongko, Desa Gedangan, Cepogo. Bedanya, di wilayah itu tak mengambil sumber air dari wilayah Surateleng atau wilayah yang lebih dekat dari Gunung Merapi.

“Warga sini ambil dari Jurang, masih dari kampung Karangnongko, namanya daerah Singi,” papar salah seorang warga di sana, Hadi Sumar, 45.

Cara memenuhi kebutuhan air itu tak serta merta ada. Bermula dari keresahan warga karena susahnya mendapatkan air. Mereka secara swadaya mencari lokasi sumber air hingga menemuinya di sebuah jurang.  Menurut warga lainnya, Warno, 55, mulanya terdapat tiga sumber air di sekitar lokasi tersebut. Setelah melalui musyawarah, akhirnya warga Karangnongko, Karangsari dan Gunungmanik, sepakat mencari satu sumber untuk memenuhi kebutuhan air bersama.

“177 Kepala Keluarga yang memakai sumber itu. Sekitar 1997 dibuat secara swadaya, dibantu salah satu warga dengan Rp35 juta, jadi tenaganya gratis, kami bergotongroyong,” ulas Warno.

Warno dan Sumar memastikan warga di wilayahnya tak kesulitan air dengan cara itu, dalam kemarau panjang sekalipun. Begitu pula warga Desa Gedangan. Meskipun baru-baru ini terdapat program pemerintah menyalurkan air dari sumbernya ke rumah-rumah, warga sebelumnya juga memanfaatkan sumber di Singi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya