SOLOPOS.COM - Sebagian area pintu air Demangan, Pasar Kliwon, Solo, dipenuhi sampah. Banyaknya sampah di sungai dapat menurunkan kualitas air dan menyebabkan banjir. Foto diambil Kamis (17/1/2013) (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Warga memanfaatkan air di kawasan Umbul Langse Desa Nepen, Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali untuk berbagai keperluan seperti mencuci baju, berenang dan lain-lain. Umbul itu pernah mati suri sekitar enam tahun dan baru muncul air lagi pada tahun 2011. Foto diambil Kamis (29/11/2012). (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Musim hujan sudah tiba beberapa bulan lalu. Beberapa hari ini, intensitas air hujan kian banyak. Air hujan yang turun ke bumi tidak serta merta membuat orang-orang berbahagia. Ada sebagian orang yang justru sedih menyambut kehadiran air hujan karena menyebabkan banjir. Berikut laporan wartawan SOLOPOS, Nadhiroh seputar air.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Mahluk hidup di muka bumi ini pasti butuh air. Tumbuhan, hewan dan manusia memerlukan air agar mereka tetap bisa hidup. Selain untuk memenuhi kebutuhan dasar  hidup, manusia mendapatkan manfaat yang sangat besar dari air. Air memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia. Di berbagai sendi kehidupan manusia baik itu pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata perhubungan dan lain-lain, air begitu berarti dengan segala kontribusinya.

Andika, 20, memberi makan ikan di sebuah area budi daya ikan di Dukuh Parnan, Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Kamis (29/11/2012). Air di daerah Polanharjo selain dimanfaatkan untuk air minum juga digunakan untuk perikanan dan pertanian. (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Namun, sayangnya manusia yang dianugerahi akal belum semua ikut menjaga agar air bisa tetap lestari. Di dalam kehidupan mereka, ada tangan-tangan manusia yang justru merusak alam ini dan berdampak pada kerusakan kelestarian air. Jika terjadi banjir, apakah kita berhak menyalahkan air?

Air bisa membawa berkah, musibah bahkan masalah. Itu semua tidak terlepas dari perilaku manusia yang sudah diberikan kemampuan berpikir dan bertindak.

Kepala Seksi Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air (SDA) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, Gemala Suzanti SP MMA, mengatakan konservasi air tidak terlepas dengan konservasi alam. Suzanti menuturkan antara konservasi air dan konservasi alam merupakan satu siklus yang berulang. Konservasi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan upaya pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan, pengawetan, pelestarian.

Menurut Suzanti jika kondisi alam sudah baik maka tidak perlu melakukan kegiatan yang menggunakan uang untuk konservasi air. Namun, seiring terjadinya kerusakan di alam ini maka perlu upaya-upaya untuk menjaganya baik itu teknis berupa dengan tindakan nyata dan nonteknis seperti sosialisasi.

“Bicara air itu tidak terlepas dari hulu sampai hilir. Apa yang terjadi di hulu akan mempengaruhi hilir,” ucap Suzanti saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (4/1/2013).

Sejumlah perahu wisata sedang menanti penumpang di area bendungan serbaguna Wonogiri atau yang lebih dikenal dengan Waduk Gajahmungkur, Wonogiri. Air di bendungan itu dimafaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya irigasi, pembangkit listrik tenaga air dan wisata. Foto diambil Minggu (6/1/2013). (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Suzanti mengemukakan upaya pembangunan Bendungan Serbaguna Wonogiri atau yang dikenal Waduk Gajah Mungkur juga merupakan salah satu upaya untuk mendukung konservasi air di bagian hulu BBWS Bengawan Solo. Bendungan itu dibangun untuk tujuan tertentu di antaranya ikut mengatasi banjir, air baku atau irigasi dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Di area bendungan itu saat ini juga dimanfaatkan sebagai tempat wisata.

Menurut dia, kuantitas atau jumlah air di muka bumi ini tetap, yang berubah adalah wujud atau bentuknya. Yang menguap menjadi awan, mengeras menjadi es dan di daratan berupa air. Air ada yang berada di permukaan dan di dalam tanah. Yang terbaik adalah air di dalam tanah.

Suzanti sangat berharap masyarakat ikut mendukung agar air yang masuk ke tanah semakin banyak. Sebab apabila lebih banyak air yang meluap ke permukaan maka bisa menyebabkan banjir.

Selain soal kuantitas, yang tak kalah pentingnya adalah menjaga kualitas air. Suzanti menyatakan kualitas air jangan sampai semakin buruk. Apabila di hulu semakin buruk di hilir pun akan terkena dampaknya.

Pemerhati lingkungan dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr Sc Agr Rahayu SP MP, menyebutkan kualitas air semakin menurun karena tekanan penduduk, polusi atau pencemaran dari limbah rumah tangga, limbah industri atau bahan-bahan kimia dan sebagainya.

Untuk itu, perlu ada upaya konservasi air, di antaranya pelestarian di daerah tangkapan air, digalakkannya program sumur-sumur resapan atau pembuatan biopori dan adanya kebijakan yang mengatur air beserta penegakannya.

“Sekarang ini banyak alih kepemilikian mata air. Padahal, apabila ada mata air di lahan siapapun itu milik Negara,” tambahnya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (10/1/2013).

Ribuan wisatawan dari berbagai wilayah mengunjungi tempat wisata air terjun Grojogan Sewu di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar pada tahun baru 2013 lalu, Selasa (1/1/2013) lalu. (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Pemerhati air, Drs Sulistyo Saputro MSi PhD, yang melakukan penelitian terhadap air alam di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Pengging dan Tlatar Kabupaten Boyolali, menyebutkan air alam di lokasi sumber air itu termasuk layak untuk digunakan minum karena kandungan Chromium VInya sangat rendah. Sulistyo melihat air alam banyak dimanfaatkan untuk air minum.

“Ke depan, kami juga ingin melakukan penelitian di Cokro [Klaten] dan sumber air alam lainnya. Di Cokro sendiri sudah banyak yang memakai air alamnya untuk air minum,” lanjut dia.

Menyusuri beberapa sungai baik besar maupun kecil di wilayah Solo dan sekitarnya, akan terlihat pemandangan sampah baik di pintu-pintu air atau di pinggir-pinggir sungai. Banyaknya sampah di sungai tentu ada penyebabnya. Keberadaan sampah itu kemudian menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir dan tercemarnya air.

Hampir setiap hari, Sulistyo melihat orang membuang sampah sembarangan di sungai. Pemerhati air dari Universitas Sebelas Maret (UNS) itu merasa miris menyaksikan pemandangan orang yang seenaknya membuang sampah di sungai.

“Dari rumah ke kantor, saya melewati beberapa jembatan. Saya sering sekali melihat orang membuang satu kresek sampah dan itu tidak hanya dilakukan satu orang saja,” kata Sulistyo saat ditemui Espos  di kantornya di Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (PMIPA) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, Kamis (17/1/2013).

Menurut Sulistyo menjaga lingkungan agar bersih bukan kewenangan Badan Lingkungan Hidup (BLH) atau instansi pemerintahan lainnya. Namun, menjaga lingkungan merupakan kewajiban semua warga masyarakat. Perlu ditingkatkan budaya hidup bersih dan sehat pada masing-masing individu.



Budayakan Malu

Sebagian area pintu air Demangan, Pasar Kliwon, Solo, dipenuhi sampah, Kamis (17/1/2013). Banyaknya sampah di sungai dapat menurunkan kualitas air dan menyebabkan banjir. (Nadhiroh/JIBI/SOLOPOS)

Rahayu menyampaikan perlu dikuatkan sejak dini character building dan indroktinisasi bahwa sebagai penduduk dari bangsa yang besar, berbudaya  dan beriman maka tidak layak atau tidak pantas berbuat kerusakan. Rahayu menuturkan saat tinggal di Korea, dia melihat masyarakat di Negara itu malu jika membuang sampah sembarangan. Orang yang membuang sampah sembarangan akan disamakan dengan orang gila.

“Harus dilawan dan diperangi membuang sampah sembarangan. Buang sampah kok sembarangan enggak pantas dan enggak beradab. Lagipula berbuat kerusakan itu tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. Buang sampah sembarangan? Malu dong,” kata Rahayu.

Suzanti mengemukakan siapa saja bisa ikut berpartisipasi untuk menjaga dan melindungi air. Di antaranya tidak sembarangan membuang sampah, menanam pohon, memperbanyak biopori atau daerah resapan air, bagi petani supaya mengikuti pola tanam, menghemat air di segala bidang baik untuk rumah tangga, industri, pertanian dan sebagainya.

“Di Indonesia kebanyakan sungai berada di belakang rumah dan di antara mereka ada yang membuang sampah sembarangan. Bisa saja mereka tidak merasakan dampaknya tapi yang berada di bawah akan kena akibatnya. Masyarakat Indonesia dimanjakan alam yang luar biasa tapi kita lupa menjaganya. Kadang seenaknya saja mengotori sungai,” terang Suzanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya