SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Air bersih di Kota Solo kini semakin terjangkau, termasuk bagi warga pinggiran.

Solopos.com, SOLO — Sedikitnya 88 hidran umum yang tersebar di wilayah Kota Solo mulai ditinggalkan warga. Kurang lancarnya air dinilai menjadi penyebab dipinggirkannya fasilitas tersebut. Di sisi lain, ada tren peralihan pengguna hidran menjadi pelanggan PDAM karena peningkatan kesejahteraan.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

PDAM membangun 441 unit hidran umum yang tersebar di hampir seluruh kelurahan di Solo. Mayoritas hidran ditempatkan di kawasan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti Kelurahan Sangkrah dan Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon; Kelurahan Mojosongo, Jebres; serta Kelurahan Joyotakan, Serengan.

Ekspedisi Mudik 2024

Warga dikenakan tarif sosial sebesar Rp950 per meter kubik atau Rp0,95 per liter. “Dari ratusan hidran yang ada, sebanyak 20% di antaranya mulai ditinggalkan warga karena berbagai faktor,” ujar Kepala Urusan Pelayanan Pelanggan PDAM Solo, Bayu Tunggul, saat ditemui Solopos.com di PDAM beberapa waktu lalu.

Bayu mengatakan sejumlah pengguna hidran umum mulai beralih menjadi pelanggan PDAM karena peningkatan kesejahteraan. Warga, menurut Bayu, kini tak ingin repot ngangsu saat mencari air. Pihaknya menjelaskan hidran umum dapat beroperasi jika digunakan sedikitnya 20 kepala keluarga (KK).

“Ada yang sudah menyusut jadi 10 KK atau lima KK per hidran sehingga perlu dievaluasi. Saat ini kami juga masih mengecek ulang sejumlah hidran apakah benar-benar dimanfaatkan atau tidak,” ucapnya.

PDAM Untung

Bayu mengatakan berkurangnya pengguna hidran umum justru menguntungkan PDAM dari segi finansial. Selama ini PDAM menyubsidi air bersih dari hidran agar dapat terjangkau kalangan bawah. Operasional hidran umum bekerjasama dengan kelompok swadaya masyarakat (KSM) setempat.

“Hidran umum sebenarnya bagian CSR (corporate social responsibility) perusahaan. Untuk sekarang CSR mulai dialihkan ke program master meter. Nantinya MBR bisa punya meter pribadi yang sumbangannya dikelola KSM. Tarifnya masih sosial.”

Lurah Baluwarti, Suhadi, mengatakan sebagian warganya mulai meninggalkan fasilitas hidran atau bak penampungan karena aliran air kurang lancar. Warga mulai beralih ke sumur pompa atau berlangganan PDAM. “Debit air seperti di Langensari sudah mengecil. Banyak warga yang akhirnya membuat sumur sendiri,” tuturnya kepada Espos, Rabu (20/5).

Sementara itu, Lurah Sangkrah, Singgih Bagjono, mengatakan ada cukup banyak hidran di kelurahannya. Sangkrah bahkan menjadi kelurahan kedua yang memiliki hidran umum paling banyak yakni 54 unit. Singgih menyebut beberapa warga MBR masih menggunakan fasilitas tersebut. “Untuk efektivitas seluruh hidran masih perlu saya cek dulu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya