SOLOPOS.COM - Ibu almarhum Wayan Mirna Salihin, Ni Ketut Sianti (tengah) bersama saudara kembar Mirna, Made Sandy Salihin (kanan) menghadiri sidang kasus pembunuhan anaknya dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di PN Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016). Sidang itu mengagendakan mendengarkan keterangan saksi ahli toksikologi kimia Universitas Indonesia (UI), Dr. rer. nat. Budiawan yang dihadirkan oeh penasehat hukum terdakwa. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Ahli IT dari kubu Jessica menganggap metode analisis CCTV dari Labfor primitif dan berilusi.

Solopos.com, JAKARTA — Pakar digital forensik yang dihadirkan kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, Rismon Sianipar, mengkritik metode yang dipakai ahli dari Labfor Polri, M. Nuh, dalam menganalisis rekaman CCTV Olivier Cafe. Dia menyebut M. Nuh mengajak orang berilusi dan memakai metode primitif.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Menurut saya, kita seperti diajak berilusi, karena ada beberapa frame yang tidak penting dizoom, diperlambat, tapi yang penting ditayangkan normal. Jadi ini seperti mengajak berilusi, kata Rismon dalam keterangannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016), yang ditayangkan live di TV One dan beberapa stasiun TV nasional.

Menurut Rismon, M. Nuh hanya melalukan enhancement dengan mengubah filter gamma, lalu dia intepretasikan sendiri. “Filter gamma diubah, terus dia cerita. Dia hanya zooming-zooming. Ini tidak dikenal dalam digital forensik, dia tidak menggunakan algoritma apapun untuk menguatkan argumennya,” katanya.

Seharusnya, kata dia, M. Nuh melakukannya dengan analisis ilmiah. Dia mencontohkan untuk mendeteksi ada sianida, tak cukup mencocokkan warna dalam tayangan CCTV. Sebelumnya, M. Nuh memang membandingkan warna gelas saat diberi es dan susu hingga saat diberi kopi. Menurut Rismon, ahli yang menganalisis seharusnya membuat model sianida dengan algoritma tertentu. Baca juga: Ahli Digital Forensik Jessica Terganjal Sertifikasi Komputer.

“Pada citra misal sianida, dibuat model, lalu frame yang dicari itu juga dideteksi, lalu dicocokkan apakah ada model seperti ini dengan algoritma-algoritma. Itu pun hasilnya dalam persentase, bukan langsung [disimpulkan] cocok, tapi dengan MSE [means square error].”

Menurutnya, frame-frame di rekaman CCTV sangat mudah direkayasa dengan menambah objek, perubahan warna, dan sebagainya seperti yang dilakukan animator. Karena itu, seorang ahli harus mendeteksinya. Saat ditanya pengacara Jessica, Yudi Wibowo, soal apakah video itu sudah direkayasa, Rismon kembali menegaskannya.

“Indikasi direkayasa sangat kuat,” ujarnya. Baca juga: Telunjuk Jessica Mirip “Nenek Lampir”, Ahli Digital Forensik Tuding CCTV Direkayasa.

Sebelumnya, Rismon menyebut rekaman itu janggal karena resolusi yang ditunjukkan dalam meta data di BAP tidak konsisten. “[di BAP] Ada resolusi 1,920 x 1080 piksel, jumlah frame 98.750. Tapi di bagian B, jawaban saksi ahli mengatakan dari file video itu memiliki 2.707 frame. Ini salah, sehingga analisa video jadi tidak tepat, analisa tidak bisa dipegang.”

Terkait hal itu, Rismon kemudian menyinggung otentifikasi rekaman CCTV dari M. Nuh yang menggunakan nilai Hash. “Untuk kasus ini, [metode otentifikasi] cukup primitif, tapi kita ikuti yang didapatkan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya