SOLOPOS.COM - Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD seusai menghadiri pertemuan dengan "Sahabat Muda Mahfud" di Jakarta, Kamis (30/11/2023). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

Solopos.com, JAKARTA — Pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku pernah dimarahi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penanganan kasus korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat eks Ketua DPR Setya Novanto menjadi komoditas politik.

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud Md., menyatakan tidak boleh ada intervensi terhadap lembaga penegak hukum oleh siapapun, termasuk presiden.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Menurut saya intervensi ke KPK bukan hanya dari Presiden kalau memang betul ada, dari yang lain-lain juga sejauh yang saya dengar banyak. Dari parpol, dari pejabat-pejabat dan selalu melakukan lobi-lobi untuk mengganggu penegakan hukum,” tutur pria yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) itu saat ditemui wartawan ketika berkampanye di Pandeglang, Banten, Jumat (1/12/2023).

Mahfud menegaskan tidak boleh ada intervensi terhadap penegakan hukum. Ia mengaku sebagai Menkopolhukam dirinya tidak pernah mengintervensi penegak hukum, termasuk KPK.

“Saya sendiri tidak pernah [intervensi],” ujar Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menaruh harapannya agar KPK segera bangkit kembali usai kontroversi Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri, yang dinilai tidak profesional.

Firli ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo. 0

Sebelumnya, Ketua KPK periode 2015-2019 Agus Rahardjo menceritakan pengalamannya dipanggil oleh Presiden Jokowi ke Istana terkait dengan penyidikan kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Cerita itu diungkap Agus saat diwawancarai pada program talkshow Rosi di KompasTV, Kamis (30/11/2023) malam.

Agus menceritakan dirinya pernah dipanggil seorang sendiri ke Istana untuk menghadap Presiden Jokowi.

Dia mengaku heran karena biasanya Kepala Negara memanggil lima orang pimpinan apabila dibutuhkan untuk menghadap.

Pada saat itu, cerita Agus, Jokowi ditemani oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

“Di sana begitu saya masuk, Presiden sudah marah. Beliau sudah berteriak, ‘Hentikan!’ Saya heran yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu, kasus e-KTP. Supaya tidak diteruskan,” tuturnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (1/12/2023).

Mantan pejabat LKPP itu lalu mengatakan surat perintah penyidikan (sprindik) kasus Setnov sudah dikeluarkan.

Dia mengaku menyampaikan kepada Jokowi bahwa tidak ada mekanisme penghentian penyidikan di KPK.

Untuk diketahui, KPK saat itu belum memiliki mekanisme surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, atau sebelum revisi UU KPK pada 2019.

Oleh karena itu, Agus menyatakan tetap melanjutkan proses penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka Setnov.

“Tapi akhirnya dilakukan revisi undang-undang nanti kan intinya SP3 menjadi ada, kemudian [KPK] di bawah Presiden. Apa pada waktu itu mungkin Presiden merasa Ketua KPK diperintah Presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu,” lanjutnya.

Atas cerita Agus, pihak Istana langsung membantah. Presiden disebut tidak pernah bertemu dengan Agus untuk membicarakan soal penghentian penyidikan kasus yang menjerat Setya Novanto.

“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana melalui pesan singkat, Jumat (1/12/2023).

Ari mengatakan pada kenyataannya proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan hingga berkekuatan hukum tetap.

Dia menyebut Presiden Jokowi tegas meminta agar Setnov mengikuti proses hukum di KPK, yang saat itu dipimpin oleh Agus Rahardo cs pada periode 2015-2019.

Pernyataan itu diunggah di situs resmi Sekretariat Kabinet (Setkab) pada 17 November 2017.

Di samping itu, Ari turut menyanggah pernyataan Agus dalam wawancara dimaksud mengenai pelemahan lembaga antirasuah melalui revisi Undang-undang (UU) KPK oleh pemerintah.



“Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah,” tegasnya.

Seperti diketahui, saat ini mantan Ketua DPR Setya Novanto mendekam di balik jeruji besi sebagai terpidana kasus megakorupsi e-KTP.

Pada 24 April 2018 politikus Partai Golkar itu dihukum penjara selama 15 tahun dengan denda Rp500 juta serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dollar AS.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Agus Rahardjo Ngaku Pernah Dimarahi Jokowi, Mahfud: Jangan Intervensi KPK”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya