SOLOPOS.COM - Para petani yang tergabung dalam KTNA se-Kabupaten Sragen mengadakan rapat di RM Geprek, Nglorog, Sragen, Rabu (30/8/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

KTNA Sragen menilai HPP gabah dari petani belum ideal dan merugikan petani.

Solopos.com, SRAGEN — Para pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) kecamatan se-Kabupaten Sragen mendesak pemerintah pusat merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 207/2017 terkait harga pembelian pemerintah (HPP) senilai Rp3.700 per kilogram (kg) gabah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

KTNA Sragen mendesak HPP gabah kering panen (GKP) dinaikkan menjadi Rp6.702/kg agar tak merugikan petani. Desakan naiknya HPP itu menjadi kesepakatan para petani yang tergabung dalam KTNA Sragen saat menggelar rapat terbatas di Rumah Makan Geprek, Nglorog, Sragen, Rabu (30/8/2017) siang. (Baca juga: KTNA Protes HET Beras Tak Untungkan Petani)

Rapat yang dipimpin Ketua KTNA Sragen Suratno itu membuat analisis usaha tani untuk padi di wilayah Kabupaten Sragen. Hasil analisis usaha tani itu kemudian dikalkulasi dan dibandingkan dengan keuntungan petani berdasarkan upah minimum kabupaten (UMK) senilai Rp1.425.000/bulan.

“Analisis usaha tani untuk produksi padi seluas 1/3 hektare itu mencapai Rp7.705.000. Nilai itu dikeluarkan petani mulai dari sewa lahan Rp3 juta per musim, upah cangkul, traktor, pembelian bibit, hingga tanam, penyiangan, pupuk, obat, dan tenaga, serta biaya threser saat panen. Padahal hasil panennya hanya 2 ton per patok [1/3 hektare],” ujar Suratno saat berbincang dengan Solopos.com seusai rapat itu.

Suratno menjelaskan dengan hasil 2 ton per patok dengan asumsi HPP Rp3.700/kg, pendapatan petani hanya Rp7,4 juta. Hasil panen itu lebih kecil dibanding biaya produksi senilai Rp7.705.000 per musim.

Dia menilai HPP yang ditetapkan pemerintah tidak melindungi dan membela petani tetapi justru menguntungkan para tengkulak gabah. Suratno menghendaki mestinya pendapatan petani itu disetarakan dengan buruh pabrik yang sesuai UMK Rp1.425.000 per bulan.

Bila mengacu pada UMK dalam pembelaan petani, kata dia, mestinya HPP gabah itu idealnya Rp6.702/kg. Dengan HPP tersebut, petani bisa mendapatkan keuntungan panen sampai Rp13.405.000 per panen.

“Keuntungan itu dikurangi biaya produksi Rp7.705.000 tinggal Rp5.700.000. Keuntungan Rp5,7 itu dibagi empat bulan menjadi Rp1.425.000 karena petani baru bisa panen padi setidaknya empat bulan sejak tanam,” tambahnya.

Selama pendapatan petani itu masih jauh di bawah UMK per bulan, ujar Suratno, perlindungan petani atau pembelaan terhadap petani hanya sebatas wacana. Dia berpendapat petani hanya bisa terus menanam padi karena bertahan padahal terus merugi.

Persoalan yang hampir sama juga terjadi pada para petani bawang merah yang harga di tingkat petani hanya Rp15.000/kg tetapi harga eceran tetinggi (HET) bawang merah mencapai Rp32.000/kg. Suratno melihat ada ketimpangan dalam pengambilan kebijakan yang tidak berpihak kepada petani yang notabene warga miskin.

Atas dasar itulah, Suratno dan para petani anggota KTNA Sragen akan beraudiensi dengan Bupati dan DPRD Sragen untuk memperjuangkan nasib petani. Seorang pengurus KTNA Kecamatan Sidoharjo, Ngadiman, mengatakan kalkulasi yang disampaikan itu dengan asumsi tidak ada serangan hama.

Dia menyatakan satu musim saja terkena serangan hama, terutama wereng cokelat, kerugian petani tidak akan tertutup selama dua musim panen ke depan. “Pada musim tanam ini terkena wereng, panen nanti dan musim panen depannya lagi belum mampu menutup kerugian petani,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya