SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Kebijakan otonomi daerah telah mempercepat proses kerusakan dan alih fungsi hutan di Indonesia karena lemahnya pengawasan dari pemerintah daerah (pemda).

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

“Pada era otonomi daerah, masalah pengawasan dan perizinan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Namun, yang terjadi pengawasannya justru sangat lemah,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan Darori di Jakarta, Kamis.

Dari 10 juta lahan hutan lindung yang berada di Indonesia, menurut Darori, sudah berubah peruntukan menjadi lahan pertambangan seperti di wilayah Kalimantan.

“Izin itu justru diberikan oleh bupati dan itu melanggar Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,” ujarnya.

Untuk menghentikan kerusakan hutan, lanjut Darori, pihaknya sudah melaporkan 13 kepala daerah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena penyalahgunaan kewenangannya dengan memberikan izin kegiatan di hutan lindung.

“Saat ini, pemerintah telah melakukan moratorium izin baru untuk Hutan Tanaman Industri (HTI) di lahan gambut dan primer. Pemerintah juga mengajak pihak swasta untuk ikut aktif dan mengambil langkah inisiatif untuk melindungi hutan,” katanya.

Darori juga berharap lembaga swadaya masyarakat (LSM) ikut aktif dan melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan kegiatan hutan. Selama ini, pihak LSM lingkungan Greenpeace tidak mau menjadi saksi penebangan kayu jenis ramin yang dilindungi. “Kalau mereka melaporkan sebaiknya siap menjadi saksi. Jangan melaporkan saja, namun tidak berani menjelaskan permasalahannya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya