SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA- Selama tujuh tahun, ribuan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Malioboro hingga Jalan Ahmad Yani beroperasi tanpa izin. Pasalnya, sejak 2006 lalu sebagian besar izin yang mereka kantongi kedaluarsa.

“Sebenarnya bukan tidak berizin. Tetapi, izin berdagangnya sudah kedaluarsa. Sebagian besar sudah kedaluarsa sejak 2006 lalu dan sampai saat ini belum diperpanjang,” jelas Ketua DPD Asosiasi PKL Indonesia (APLKI) Jogja, Rudi Harto saat dikonfirmasi Rabu (27/2/2013).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

PKL Malioboro, lanjut Rudi, sebenarnya mengajukan permohonan perizinan sejak 2012 lalu. Namun, banyak berkas yang belum lengkap sehingga harus dikembalikan agar memenuhi syarat. Berdasarkan data DPD APKLI Jogja, jumlah PKL di kawasan Malioboro diperkirakan mencapai sekitar 2.500 pedagang baik pedagang makanan atau cenderamata.

Banyaknya PKL yang belum memperpanjang izin itu akibat perubahan aturan izin di kawasan khusus Malioboro. “Ini akibat aturan yang berubah. Dulu, yang mengeluarkan izin adalah kecamatan tapi sejak Perwal 32/2010 terbit harus proses pengurusan izin ditangani langsung oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jogja melalui Unit Pelaksanan Teknis (UPT) Malioboro,” terangnya.

Rudi mengatakan, tidak ada perbedaan mencolok soal mekanisme izin baik kewilayahan maupun melalui UPT Malioboro. Perbedaannya hanya pada penambahan berkas dari Lembaga Pemberdayaan Komunitas Kawasan Malioboro (LPKKM). “Lainnya sama. Harus diketahui RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan. Yang berbeda, izin harus sepengetahuan LPKKM,” katanya.

Rudi mengatakan, agar proses pengurusan izin berdagang tersebut lancar, maka tim verifikasi yang dibentuk Pemerintah Kota (Pemkot) harus memiliki satu pandangan terhadap peraturan yang ada. “Tim yang terdiri dari sejumlah SKPD itu harus memiliki satu kesatuan. Jangan sampai ada perbedaan pandang,” harapnya.

Dia berharap, proses verifikasi perizinan untuk para PKL tersebut segera dilakukan agar operasional para PKL tidak dianggap ilegal. “Dari aturan yang ada, maksimal 14 hari setelah pengajuan perizinan, maka tim akan melakukan verifikasi. Kami harapakan, mulai Maret sudah ada verifikasi yang dilakukan meskipun bertahap,” katanya.

Terpisah, Kepala UPT Malioboro Syarif Teguh mengatakan, berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwal) No.37/2010, jumlah PKL di Malioboro tidak boleh bertambah dan pihaknya sudah melakukan pendataan sejak 2012. Pemkot sudah menyiapkan tim yang terdiri dari sejumlah SKPD yang akan melakukan verifikasi terhadap pengajuan perizinan dari PKL di kawasan Malioboro.

Syarif mengingatkan, kawasan Malioboro merupakan kawasan khusus sehingga proses pemberian izin untuk PKL pun berbeda dengan kawasan lain. Salah satunya, sambung dia, harus berdasarkan rekomendasi tim dari SKPD Pemkot. “Tim juga akan menentukan titik mana yang boleh dan mana yang tidak boleh digunakan untuk berjualan. Di lapangan seringkali ada perbedaan persepsi terkait lokasi berdagang,” katanya.

Berdasarkan pendataan dari UPT Malioboro, jumlah PKL di Malioboro berdasarkan paguyuban terdiri dari 100 anggota untuk paguyuban lesehan, paguyuban angkringan 100 anggota, dan Tridarma sebanyak 900 anggota serta paguyuban-paguyuban lain. “Kalau selesai verifikasi, maka data tersebut kemudian akan kami kunci sebagai basis data pemberian izin untuk PKL. Pendataan itu juga merupakan upaya untuk menata PKL agar sesuai dengan izin yang dikeluarkan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya