SOLOPOS.COM - Ketua Dewan Pertimbangan dan Dewan Empu Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Prof.Dr. Sri Edi Swasono, saat memberi sambutan dalam acara sedang senat terbuka Dies Natalis ke-58 ISI Surakarta, Jumat (15/7/2022). (Suwarmin/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Ketua Dewan Pertimbangan dan Dewan Empu Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Prof.Dr. Sri Edi Swasono, memilih untuk mempertahankan nama Jl. Ki Hajar Dewantoro, meskipun ada desakan untuk mengganti nama jalan di utara kampus UNS dan ISI Solo tersebut.

Hal ini dikemukakan Sri Edi Swasono, saat memberi sambutan dalam acara sedang senat terbuka Dies Natalis ke-58 ISI Surakarta, Jumat (15/7/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut Sri Edi Swasono, hal ini perlu dia sampaikan dalam kedudukannya sebagai Ketua Umum Taman Siswa.  Pada kesempatan itu dia mengungkapkan tentang desakan dari para sesepuh Taman Siswa agar mengupayakan nama Jl. Ki Hajar Dewantoro itu diganti.

“Hal ini karena sebelum Ki Hajar Dewantoro wafat, beliau berwasiat agar namanya tidak dijadikan sebagai nama jalan atau nama taman. Ternyata di ISI ada Jalan Ki Hajar Dewantoro. Saya ditegur oleh para pini sepuh Taman Siswa agar saya sebagai Presiden Taman Siswa menggugat itu dan meminta Wali Kota mengembalikan ke nama aslinya. Saya menolak. Saya tidak mau. Itu akan merugikan masyarakat,” kata Sri Edi Swasono yang disambut tepuk tangan hadirin.

Ekspedisi Mudik 2024

Tetapi, lanjut Sri Edi, dia memberikan alasan yang luar biasa dan hal ini baru buka sekarang. Dia lantas mengisahkan, bagaimana dulu dia juga diamanahi oleh Proklamator RI Mohammad Hatta. Sri Edi merupakan suami dari Meutia Hatta, anak dari Bung Hatta.

Baca Juga: Keren! Penari Mangkunegaran Solo akan Terlibat Misi Budaya di 3 Negara

Saat itu, tutur Sri Edi, Bang Hatta sebelum berpulang meminta agar jika dia meninggal, tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, melainkan dimakamkan di tengah-tengah makam rakyat.

Saat Bung Hatta sakit keras, kata Sri Edi, dia menghadap Presiden Soeharto dan menyampaikan permintaan mertuanya tersebut. Soeharto lantas menyampaikan bahwa dirinya selaku Presiden memungkinkan kewajiban untuk mikul dhuwur mendhem jero Proklamator Bangsa.

Lalu Soeharto meminta Sri Edi swasono kembali menemuinya sepekan kemudian. Saat Sri Edi menemui Soeharto sepekan kemudian, Soeharto telah menggambar sendiri makam bagi Mohammad Hatta.

Soeharto waktu itu menyatakan bahwa Sang Proklamator akan dimakamkan tidak di kuburan rakyat tapi di samping kuburan rakyat.  Di samping makam Bung Hatta disediakan tanah luas yang mampu menampung hingga 1.000 makam rakyat biasa.

Baca Juga: ISI Solo dan Komunitas Nunggak Semi Ciptakan Batik Kreasi di Parangjoro

Menurut Sri Edi Swasono, sebagai orang yang sedang diamanahi menjadi “presiden” Taman Siswa merasa harus mikul dhuwur mendhem jero pendiri Taman Siswa.

“Maka kepada pinisepuh Tawan Siswa yang meminta Jalan Ki Hajar Dewantoro, jangan pakai nama Ki Hajar, saya nyatakan menolak sebab saya berhak mikul dhuwur mendhem jero Ki Hajar Dewantoro,” ujarnya.

Pada awal sambutan, Sri Edi Swasono mengingatkan pentingnya persatuan Indonesia yang konvergen, bukan persatuan yang divergen seperti yang sedang bergejala saat ini. Dia juga mengingatkan agar Pancasila menjadi uniform yang sama bagi segala kebhinekaan bangsa.

Selain itu Sri Edi Swasono juga mengingatkan pentingnya kemandirian bangsa, karena proklamasi kemerdekaan pada dasarnya adalah proklamasi kemandirian. Dia meminta agar Indonesia menjadi bangsa mandiri, tidak tergantung pihak atau kekuatan lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya