Solopos.com, JAKARTA – Presiden Jokowi belum menandatangani UU KPK karena menemukan beberapa kesalahan pengetikan. Kesalahan pengetikan itu salah satunya ditemukan pada persyaratan pemimpin KPK, tepatnya di Pasal 29.
Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, mengatakan, pihaknya menemukan sejumlah kesalahan pengetikan (typo) dalam revisi UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikirimkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Baca juga: DPR Setujui Revisi UU KPK Disahkan Menjadi UU
“[Revisi UU KPK] sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kita minta klarifikasi. Jadi mereka sudah proses mengirim katanya, sudah di Badan Legislasi (Baleg) DPR,” kata Pratikno, seperti dikabarkan Antara, Kamis (3/10/2019).
Pratikno menegaskan, kesalahan pengetikan itu harus diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. “Ya typo-typo yang perlu klarifikasi, yang nanti bisa menimbulkan interpretasi,” ungkap Pratikno.
Baca juga: Revisi UU KPK Versi Jokowi
Setelah dikirimlah ke Baleg DPR, draf revisi UU KPK tersebut seharusnya sudah dikembalikan lagi ke istana. Menurut pasal 73 ayat (2) UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam hal RUU tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak disetujui bersama. RUU tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
Baca juga: Jokowi: Ini Hari Batik, Masak Tanya UU KPK
Revisi UU KPK disahkan dalam rapat Paripurna DPR 17 September 2019 dengan waktu revisi hanya 13 hari. Revisi UU KPK itu ditolak banyak pihak karena dinilai akan melemahkan lembaga antikorupsi itu.