SOLOPOS.COM - Kirab Saparan Instagram/@andongviasawit

Solopos.com, SALATIGA -- Kirab merupakan tradisi budaya Jawa yang sudah ada sejak peradaban Hindu-Buddha. Bahkan meskipun mayoritas orang Jawa beragama Islam, tradisi kirab masih dipegang sebagai rangkaian acara syukuran.

Seperti yang dilakukan oleh warga Desa Girirejo, Lereng Gunung Andong, yang ramai-ramai menggelar Kirab Tumpeng Jongko dan Ingkung Sewu. Tradisi kirab ini dikenal dengan sebutan Saparan  karena dilaksanakan setiap Bulan Sapar atau bulan kedua dalam penanggalan Jawa.

Promosi Kecerdasan Buatan Jadi Strategi BRI Humanisasi Layanan Perbankan Digital

Melansir dari situs Detik.com, Sabtu  (15/5/2021),  Saparan ini dilakukan dengan mengarak tumpeng jongko setinggi 80 cm. tumpeng ini berisi nasi, gunungan sayuran dan buah. Arak-arakan dilakukan dengan melintasi jarak 400 meter di area dusun.

Baca Juga : Inilah Cerita di Balik Nama Desa Gajahmati di Pati

Kemudian warga berdoa dengan dipimpin oleh kiai. Setiap keluarga juga diharuskan membawa ingkung ayam kampung.  Setelah selesai berdoa bersama, warga membawa ingkungannya kembali pulang ke rumah masing-masing.

Sebelum dilakukan kirab Tumpeng Jongko dan Ingkung Sewu, dilakukan pemotongan ayam untuk ingkung secara massal.  Ada 200 ekor ayam yang disembelih. Penyembelihan dilakukan di Kepala Dusun dan masing-masing rumah warga. Total bisa ada 1000an lebih ayam yang dipotong.

Saparan ini dilakukan setiap tahun oleh warga Mantran Wetan. Untuk mempersiapkan Saparan ini, warga mulai berhenti bercocok tanam selama 3 hari. Saparan ini merupakan perwujudan ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil bumi yang dilimpahkan setiap bulan sapar.

Baca Juga : Kisah di Balik Nama Taman Patih Sampun Pemalang

Melansir dari situs Kemendikbud.go.id, Saparan berasal dari kata ‘sapar’ yang berarti bulan kedua dalam penanggalan Jawa. Hal inilah yang menyebabkan tradisi Saparan hanya dilakukan sekali dalam setahun.

Dalam kegiatan tersebut, masyarakat menjalankan ritual mistik, baik berupa selamatan, pertunjukan spiritual dan membersihkan tempat-tempat khusus yang dianggap sakral.  Pelaksaan tradisi Saparan di setiap daerah memiliki makna dan nilai yang berbeda-beda.

Selain dilakukan di Desa Girirejo, kawasan lereng Gunung Andong, tradisi Saparan ini juga diadakan di Kelurahan  Tegalharjo, Kabupaten Salatiga. Penyelenggaraan saparan di desa ini sudah mengikuti perkembangan jaman tapi tidak meninggalkan makna pakemnya.

Baca Juga: Waduh! Kalori 3 Butir Nastar Setara Sepiring Nasi

Kegiatan yang dilakukan diawali dengan kerja bakit dan membersihkan kuburan, kemudian doa bersama dan dandan kali. Sedangkan acara puncaknya dilakukan pada hari berikutnya.

Tradisi Saparan di desa ini juga menyajikan penampilan kesenian tayuban yang wajib diadakan pada Sabtu malam.  Dari beberapa daerah di Salatiga, hanya Kelurahan Tegalharjo yang masih menyuguhkan tayuban.

Tayuban digelar sebagai puncak kegiatan dalam rangkaian tradisi yang juga disebut merti desa setiap tahunnya. Lurah Tegalharjo menjelaskan bahwa tradisi tayuban ini sudah turun temurun dilaksanakan dan terus dijaga oleh masyarakat, meskipun pertunjukan tidak utuh seperti dahulu.

Sedangkan prosesi Dandan Kali yang dilaksanakan pada hari Jumat adalah sesi membersihkan Sumur Bandung atau oleh masyarakat setempat disebut sebagai Sumur Gandhul  karena lokasinya berada di atas sungai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya