SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Asean China Free Trade Argreement (ACFTA) dinilai telah memberikan dampak negatif berupa semakin membanjirnya produk impor ke Indonesia. Sejak ACFTA itu diberlakukan, secara nasional neraca perdagangan Indonesia terhadap China selalu mengalami defisit. Tetapi, bagi dunia usaha Soloraya ACFTA dinilai tidak memberikan dampak signifikan.

Dari analisa Bank Indonesia (BI) Solo, pengusaha mebel tidak khawatir dengan gempuran produk mebel China karena mebel dari China hanya berbahan baku sintetis. Sementara, bagi pengusaha tekstil juga demikian.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Barang tekstil China cenderung tidak diminati karena jenis printing, batik cap atau tulis yang dibuat perajin Solo sulit ditiru,” kata Deputi Kepala Perwakilan BI Solo, Suryono, di sela-sela Seminar Nasional Dampak Free Trade Agreement (FTA) Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia, yang diselenggarakan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Fakultas Ekonomi (FE) UNS di The Sunan Hotel Solo, Selasa (27/11/2012).

Kepala Bidang Evaluasi Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF, Wawan Juswanto, menyampaikan ACFTA merupakan salah satu perjanjian perdangangan bebas yang dilakukan Indonesia sebagai anggota Asean dengan negara China. Saat ini, kata dia, Asean sudah melakukan perjanjian FTA tidak hanya dengan China, tapi juga dengan Korea Selatan dan Jepang. Sementara, perjanjian bilateral FTA baru dilakukan Indonesia dengan New Zealand.

“Dan saat ini kami baru negoisasi untuk melakukan FTA dengan Pakistan, Iran, GSTP, IE-CEPA, D8, OKI dan lain-lain,” kata Wawan.

Wawan mengakui, kebijakan FTA ini memang memberikan dampak bagi dunia usaha tapi juga memberikan peluang. Salah satu peluangnya adalah ekspor Indonesia bisa terus meningkat. Dan dampaknya adalah membanjirnya produk impor.
Tapi, menurut dia, BKF juga punya instrumen lain yang mampu mengendalikan dampak FTA itu. Seperti kebijakan antidumping dan safeguard.

“Indonesia tidak mungkin bisa menghindar dari kebijakan FTA, bahkan ke depan arahnya semua tarif bea masuk itu mencapai 0% atau paling tidak hanya 5%.”

Pada kesempatan yang sama, Ketua Jaringan Perempuan Usaha Kecil (Jarpuk), Sujanti, mengatakan perdagangan bebas telah membunuh usaha dan industri dalam negeri baik skala besar apalagi skala kecil. Keluhan yang dihadapi UKM dengan adanya pasar bebas ini adalah iklim usaha yang belum kondusif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya