SOLOPOS.COM - Tito S Budi, Penulis dan pelaku usahaTinggal di Sragen (FOTO/Istimewa)

Tito S Budi, Penulis dan pelaku usahaTinggal di Sragen (FOTO/Istimewa)

Ketika membaca berita dari Sragen bertajuk Kontraktor Tuntut ADA Rujuk (SOLOPOS, 14/2/2012), saya teringat peribahasa yang diajarkan oleh guru SD saya yang kira-kira bunyinya ”gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah”.
Saya tak perlu menerangjelaskan karena setiap orang yang pernah bersekolah pasti tahu artinya. Hanya saja, di Sragen peribahasa tersebut menemukan momentumnya tatkala para kontraktor yang tergabung dalam wadah Forum Lintas Jasa Konstruksi (Fortasjasi) bersama sejumlah elemen masyarakat berada di titik nadir kesabaran mereka kemudian menggelar demonstrasi.
Ada tiga institusi yang menjadi sasaran unjuk rasa itu. Pertama, Bupati Agus Fatchurrahman dan Wakil Bupati Daryanto. Kedua, Kejaksaan Negeri Sragen. Ketiga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sragen. Dan mudah disimak, bahwa dua institusi terakhir ”hanyalah” ikutan. Yang utama ya soal ketidakharmonisan antara bupati dan wakilnya itu. Benarkah demikian? Tepatkah sasaran itu?
Membaca Sragen tak seperti membaca buku kumpulan cerita pendek. Ia adalah sebuah novel. Setidaknya novelet, yang di dalamnya ada sejumlah tokoh yang bergerak, bersinggungan, berinteraksi dan berkonflik. Jika hingga kini masih tetap disebut-sebut nama ADA (Agus–Daryanto) berarti ada rangkaian historis yang belum terlupakan tatkala pasangan itu mengalahkan pasangan lain yaitu YUDA (Yuni–Darmawan). Dan seperti sejarah mencatat, YUDA harus terjungkal di ujung penghitungan suara.
Semestinya, sebagai pasangan sukses, ADA tinggal melaju dengan nyaman, membuktikan satu per satu butir-butir kampanye mereka. Pesta dan syukur kemenangan yang telah digelar tak hanya di sudut-sudut kota tapi juga di pelosok-pelosok desa sepantasnya menjadi tambur penyemangat era baru yang penuh harapan.
Tapi, alih-alih bergandengan tangan kembali rajin menyambangi rakyat, menengok jalan yang remuk, jembatan yang ambrol, sekolah yang bobrok, pasar yang reyot, keduanya malah rajin baku-sindir, plerok-plerokan. Ibarat perkawinan, bulan madunya tak berlangsung lama. Atau kalau nenek bilang: sepasar bubar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sandyakala Kontraktor
Para kontraktor yang tergabung dalam sejumlah asosiasi jasa konstruksi dan kemudian menyatukan diri dalam wadah ”pernikahan siri” bernama Fortasjasi, sebenarnya tak punya kaitan langsung dengan kelembagaan bupati dan wakil bupati. Tapi dengan ketidakharmonisan atau perang dingin di antara keduanya para kontraktor jelas merasa tidak lagi nyaman bekerja.
Itulah kenapa Djarwanto sebagai ketua Fortasjasi sampai berteriak,”Saya akan membakar SBU (Surat Badan Usaha) jika Wabup dan Bupati tidak ada satu kata. Kami kecewa dengan kinerja Bupati dan Wakil Bupati. Kalau seperti ini terus kami tidak akan bisa bekerja dengan baik. Lebih baik kami berhenti bekerja saja. Kalau tahun 2012 ini tidak ada kata sepakat, kami berhenti melakukan aktivitas di Kabupaten Sragen.”
Secara tidak langsung ungkapan tersebut menunjukkan betapa selama ini ada semacam persenyawaan antara aannemer (kontraktor) dan pemerintah. Dan itu tak terlalu salah. Irma Adelman (1999) menyatakan  setelah Perang Dunia II peran pemerintah dalam pembangunan sebuah negara meskipun mengalami pasang surut pada akhirnya tak mampu menampik kesalingmembutuhkan antara pemerintah dan lembaga-lembaga ekonomi dan kemasyarakatan yang ada.
Jika dibaca lebih cermat, demonstrasi para kontraktor itu memiliki makna lebih dalam. Ia semacam mengingatkan bunyi Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan bahwa negara menguasai bumi serta kekayaan alam yang dikandung di dalamnya, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan bagi hajat hidup orang banyak.
Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, memiliki tiga peran utama. Pertama, sebagai pengalokasi sumber-sumber daya pembangunan. Kedua, sebagai penjaga stabilitas ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter. Ketiga, sebagai pendistribusi sumber daya. Ketiga peran itu bukanlah hal baru atau anyar-katon, tapi telah banyak ditulis dalam literatur-literatur ekonomi pembangunan.
Kegalauan hati para kontraktor di Sragen adalah kegalauan hati ratusan keluarga atau ribuan jiwa yang mengandalkan hidup mereka dari dunia jasa konstruksi. Mereka seperti menatap sandyakala. Sandyakala aannemer!
Bagi yang kurang memahami bisa saja melontarkan gugatan: jika kedua gajah itu berkelahi, kenapa kami yang harus kehilangan sumber penghidupan? Orang-orang yang menggantungkan hidup mereka dengan menjadi buruh bangunan, leveransir, mandor, pelaksana, insinyur, direktur, komanditer, seolah tak mau menerima bahwa jika ada pertarungan di antara para gajah, aannemer bisa mati di tengah-tengah.

Komunikasi Macet   
Mencari sumber masalah di Sragen saat ini seperti mencari sumber penyakit batuk. Yang paling gampang ialah langsung pergi ke apotek membeli obat batuk. Ternyata tak kunjung sembuh karena batuk tersebut adalah akibat penyakit jantung yang mulai akut.
Unjuk rasa bisa dilaksanakan berkali-kali, dengan mengerahkan sebanyak-banyaknya orang yang tak begitu ngeh tentang apa yang diunjukrasakan, dengan melipatgandakan jumlah nasi bungkus dan minuman kemasan, tapi jika Bupati Agus dan Wabup Daryanto tetap ungkur-ungkuran adu geger, maka harapan para kontraktor dan masyarakat Sragen hanya akan menggantung di awang-awang.
Munculnya aroma perebutan kekuasaan di sana mengisyaratkan adanya komunikasi politik yang macet. Adalah suatu yang berbahaya jika seorang di antara keduanya mulai melontarkan kalimat: This is mine!. Kata JJ Rousseou, itu artinya ketenteraman sosial sudah mulai terganggu.
Komunikasi politik yang macet harus segera dicarikan pemecahannya. Barangkali perlu semacam mediator, juru damai, penengah, atau apa pun namanya. Yang jelas, saya tak mungkin menawari kedua gajah yang tengah bertarung itu untuk kembali membaca buku Laswell, Polititics: Who Gets What, When and How. Saya tak berani. Mereka berdua adalah orang-orang terpelajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya