SOLOPOS.COM - Tenaga kerja difabel membuat kerajinan kayu. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solo (Solopos.com) – Sebanyak 85% difabel di Soloraya masih sebagai pekerja serabutan dan pengangguran. Sebagian besar dari mereka bahkan menjadi beban orang lain lantaran lemahnya keberpihakan pemerintah setempat dalam membantu kaum lemah tersebut.

”Hanya 15% saja yang bekerja mapan, baik wiraswasta atau pegawai. Yang lainnya tak tertangani sama sekali,” kata Direktur Pusat Pengembangan Rehabilitasi Bersumbar Daya Masyarakat (PPRBM) Solo, Sunarman kepada Espos, Rabu (25/5).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

BEKERJA -- Seorang difabel tengah mengerjakan kerajinan kayu. Sebagian besar difabel saat ini masih mengalami masalah dengan tidak memiliki pekerjaan tetap. (JIBI/SOLOPOS/dok)

Catatan PPRBM menyebutkan jumlah difabel di Soloraya termasuk Kabupaten Grobogan mencapai sekitar 63.000 jiwa. Dari jumlah tersebut, difabel paling banyak berasal dari Kabupaten Grobogan, Wonogiri, serta Klaten. ”Mereka berasal dari berbagai latar belakang ekonomi dengan sekian keterbatasannya. Namun, sekitar 60% lebih difabel telah berkeluarga,” paparnya.

Yang menjadi sorotan penting Sunarman atas nasib kaum difabel selama ini ialah lemahnya keberpihakan pemerintah setempat kepada mereka. Baik itu berupa dalam hal pendampingan, pelatihan serta akses kehidupan. ”Rata-rata, pemerintah memandang kaum difabel sebagai objek yang harus dibelaskasihani. Ini yang menjadi keprihatinan kami,” terangnya.

Di Kota Solo, kata Sunarman, pihaknya tengah mengawal terbitnya Peraturan Walikota (Perwali) Solo. Salah satu klausul Perwali yang merupakan tindaklanjut Perda No 2/2008 tentang Kesetaraan Difabel tersebut, kata dia, bahwa difabel harus diperlakukan sebagai manusia bekerja, bukan orang yang dibelaskasihani. ”Nah, di dalamnya menjelaskan soal apa saja yang dibutuhkan kaum difabel dalam bekerja. Saat ini, kami bersama tim tengah menyusunnya,” paparnya.

Sunarman mengakui persoalan yang dihadapi kaum difabel ketika ingin bekerja memang cukup kompleks. Salah satunya ialah tak adanya pemahaman bersama tentang kebutuhan difabel oleh para pengusaha.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo, Singgih Yudoko, tak menampik kompleksitasnya persoalan difabel dalam pekerjaan. Meski demikian, pihaknya akan terus mengupayakan agar kaum difabel bisa mendapatkan hak-haknya bekerja secara wajar.

asa

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya