SOLOPOS.COM - Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (ketiga kiri) berjalan keluar LP Sukamiskin seusai menemui narapidana kasus korupsi, Kamis (6/7/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Agus Bebeng)

KPK menegaskan hanya akan memenuhi undangan Komisi III DPR, bukan undangan pansus, termasuk Pansus Angket.

Solopos.com, JAKARTA — KPK hanya akan memenuhi undangan Komisi III DPR sebagai mitra kerja. Artinya, mereka tidak akan memenuhi panggilan panitia khusus (pansus) DPR, termasuk Pansus Angket KPK.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kita kan hubungannya dengan Komisi III sementara kalau dengan pansus kan kita menunggu putusannya MK [Mahkamah Konsitusi] bagaimana. Kalau Komisi III yang mengundang kita datang, kan partner-nya KPK,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Selasa (22/8/2017).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah sebelumnya mengatakan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat dari pimpinan Pansus Hak Angket KPK untuk mengirimkan surat pemanggilan kepada para pimpinan KPK agar menghadiri rapat pansus. Pemanggilan pimpinan KPK itu, katanya, untuk mengklarifikasi berbagai temuan Pansus Angket.

Sebelumnya, Pansus mengaku setidaknya ada 11 temuan yang didapatkan dari sejumlah laporan, penerimaan aspirasi, pemeriksaan saksi-saksi, wawancara terekam, dan sebagainya. Bila ada perbedaan keterangan antara pimpinan KPK dengan pendapat saksi yang pernah dihadirkan Pansus, maka bisa saja dikonfrontir.

Pemanggilan itu menurut Fahri sesuai UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan bahwa siapa pun yang dipanggil dalam Pansus Angket harus datang memenuhi panggilan.

Ada 6 fraksi yang mengirimkan anggotanya dalam pansus hak angket KPK yaitu Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, Fraksi PAN, dan Fraksi Nasdem.

Ketua pansus hak angket adalah Agun Gunanjar yang juga disebut dalam dakwaan korupsi KTP-E. Dalam dakwan Agung Gunandar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Badan Anggaran DPR RI menerima sejumlah 1 juta dolar AS.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III pada Rabu (19/4) dini hari karena KPK menolak untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II dari fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus KTP Elektronik (KTP-E).

Pada sidang dugaan korupsi KTP-E pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III untuk tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran KTP-E.

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura, Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan Masinton Pasaribu dan satu orang lagi yang Novel lupa Novel namanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya