SOLOPOS.COM - Ilustrasi pencabulan (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, WONOGIRI — Pernikahan usia dini atau di bawah umur masih sering terjadi di Wonogiri. Selama 2013, data di Pengadilan Agama Wonogiri menunjukkan dispensasi perkawinan atau pengecualian peraturan perkawinan pada usia dini tercatat mencapai 78 perkara. Sebagian besar di antaranya melibatkan perempuan yang hamil di luar nikah.

Jumlah tersebut dinilai masih tergolong tinggi. Hal itu disampaikan Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Wonogiri, Siti Alimah, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Senin (20/1/2014). Ia mengatakan sekitar 75 persen dari pengajuan perkara dispensasi perkawinan tersebut, si perempuan telah hamil.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dari data laporan perkara dispensasi perkawinan yang kami terima hingga Desember 2013, tercatat ada 78 perkara. Pada 2013 memang ada penurunan jumlah dari 2012 yang mencapai 82 perkara, tetapi jumlah tersebut masih tergolong tinggi,” jelasnya.

Ia menjelaskan menurut peraturan undang-undang perkawinan, batas usia pasangan perkawinan seharusnya laki-laki telah berusia lebih dari 19 tahun dan perempuan lebih dari 16 tahun. Namun aturan tersebut berbenturan dengan hukum Islam. Bila dipandang dari sisi itu, perempuan dikatakan dewasa bila telah menstruasi.

Sehingga, dalam praktiknya, Pengadilan Agama tetap memutuskan memberi jalan bagi pasangan yang mengajukan perkawinan meskipun belum mencapai batas umur sesuai dengan peraturan yang ada. Secara regulasi, lanjut Siti, perkara dispensasi perkawinan harus melalui Pengadilan Agama. Karena sejauh ini Kantor Urusan Agama (KUA) di manapun tidak bisa menikahkan pasangan di bawah umur. Untuk itu, orang tua pasangan tersebut diminta membuat dispensasi perkawinan melalui pengadilan agama.

Menurutnya, pengajuan perkara itu banyak terjadi oleh penduduk yang tinggal di wilayah Kabupaten Wonogiri bagian Tenggara seperti Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Puhpelem, dan Kecamatan Paranggupito. Hal itu karena kondisi perekonomian keluarga mereka yang tergolong kurang mampu.

“Selain karena hamil, pihak keluarga menikahkan anak-anaknya yang masih di bawah aturan hukum pernikahan itu karena ada kekhawatiran dari orang tua yang melihat anaknya sudah berpasangan. Jadi mereka memutuskan untuk menikahkannya sebelum adanya resiko kehamilan diluar nikah,” paparnya.

Kepala Badan Keluarga Bencana, Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Perempuan, Reni Ratnasari mengatakan hampir 100 persen perkara pernikahan di usia dini terjadi by accident [karena kecelakan]. Hal tersebut menurutnya juga berimbas meningkatnya angka perceraian.

“Meningkatnya kasus tersebut, kami meningkatkan program sosialisasi mengenai Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dan Pusat Informasi dan Konseling (PIK) kepada pelajar di sekolah. Tidak lagi pelajar di tingkat SMP dan SMA, tetapi di 2014 ini kami menyasar ke tingkat SD,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya akan mengubah pendewasaan usia perkawinan. Bagi perempuan, batas minimal usia perkawinan dinaikkan menjadi 20 tahun. Sedangkan untuk laki-laki, batas minimalnya 25 tahun. “Perkawinan di usia dini jelas pasangan kurang memiliki kesiapan dari berbagai hal yakni dari fisik, mental, serta dari ekonomi. Untuk itu sangat berdampak pada peningkatan kekerasan rumah tangga dan perceraian perkawinan. Angka kasus itu harus ditekan,” pungkasnya.

Data perkara Dispensasi Kawin*

2010 : 55 perkara
2011 : 78 perkara
2012 : 82 perkara
2013 : 78 perkara

*) Rata rata disepensasi kawin terjadi pada pelajar SMP (Perempuan) dan
SMA (laki-laki)

Sumber: Pengadilan Agama Wonogiri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya