SOLOPOS.COM - Sunarwan terlihat berpose di samping layang-layang karyanya saat mengikuti Festival Layang-Layang Nasional 2016, di pantai Parangkusumo, Minggu (28/8/2016). (Irwan A. Syambudi/JIBI/Harian Jogja)

Festival layang-layang di Bantul diikuti 45 klub

 

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Harianjogja.com, BANTUL- Sebuah layang-layang tiga dimensi berbentuk lentera dibuat setelah mendapat inspirasi ketika beribadah ke tanah suci. Layang-layang tersebut mengudara di langit Pantai Parangkusumo pada saat Festival Layang-Layang Nasional (FLLN) 2016.

Sunarwan (54) bersama lima kru dari tim Pangeran Petruk bersiap-siap menerbangkan layang-layang andalanya. Mereka mulai mempersiapkan perkakas yang dibutuhkan untuk menerbangkan layang-layang berbentuk menyerupai lentera atau teplok. Tingginya kurang lebih sekitar tiga meter dengan kerangka bambu berlapis kain anti tembus udara.

Warna putih cenderung bening yang digambarkan sebagai kaca teplok tersebut terlihat bersinar terpapar cahaya matahari. Belakangan diketahui hal itu memang sengaja dilakukan Sunarwan sang desainer layang-layang demi menghasilkan efek cahaya saat diterbangkan.

Selain dominan warna putih bening, layang-layang juga diberi warna kuning, merah dan dan biru di sisi yang lain. Ia ingin layang-layang teploknya dapat terbang dan bersinar di udara.

“Teplok adalah lambang kehidupan karena menerangi setiap kegelapan,” ujar bapak empat anak ini, saat hari terakhir pelaksanaan FLLN, Minggu (28/8/2016).

Sebelumnya Sunarwan mengkisahkan inspirasinya saat menciptakan layang-layang yang didapat saat umrah. Kala itu, di depan Kakbah Sunarwan berdoa dan menitikan air mata karena teringat dengan kondisi Indonesia yang karut marut. Menurutnya banyak orang pandai tapi gelap hatinya sehingga banyak yang terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak baik.

Ia ingin menerangi kegelapan dengan secerca cahaya yang ia simbolkan dengan teplok. Di era modern orang lebih mengenal lampu dari sumber listrik, dengan memunculkan teplok ia ingin mengajak orang berpikir kembali bahwa teplok juga merupakan sumber cahaya yang dapat menerangi kegelapan.

“Justru itu saya munculkan lentera yang mampu menerangi hati-hati yang gelap. Keterangan hati manusia itu dari iman dan akidah. Layangan itu saya gambarkan sebagai orang hidup sehari-hari,” papar Sunarwan, ia mengaku merinding saat mengkisahkan doanya di Tanah Suci pada akhir Mei lalu.

Saat tahu diundang ikut seta FLLN 2016 Sunarwan bingung ingin menapilkan layang-layang apa. Tak disangka inspirasi itu datang pada saat Umrah. Sepulangnya ke tanah air ia langsung menuangkan inspirasinya menjadi gambar. Selang satu bulan dengan menghabiskan biaya Rp1 juta, akhirnya jadilah layang-layang berbentuk teplok.

Suwarwan mengaku tak sekedar membuat layang-layang, ia ingin memberikan nilai-nilai pada setiap layang-layang yang telah ia ciptakan. Menurut salah satu Juri FLLN Haris Lilik, nilai-nilai yang ingin ditampilkan dalam sebuah layang-layang merupakan sebuah penilaian yang penting.

Selain faktor tampilan, dan estetika layang-layang. Menurut Lilik latar belakang sebuah klub layang-layang, cerita di balik karya dan orisinalitas karya juga merupakan faktor yang akan ia nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan pemenang FLLN tahun ini yang bertema merajut kebhinekaan.

“Dalam Festival yang diselengarakan setiap tahunya ini akan merebutkan piala Raja, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan juga total hadiah sekitar Rp30 juta untuk lima kategori,” jelas Lilik.

Bersambung halaman 2

Pangeran Pentruk

Nama Pangeran Petruk merupakan satu dari 45 klub layang-layang yang mengikuti FLLN 2016. Namanya bukan nama sembarangan, terdapat filosofi yang ingin ditanamkan oleh Sunarwan yang merupakan pendiri sekaligus ketua klub tersebut. Klub layang-layang Pangeran Petruk sudah berdiri sejak 1998, Kini terdapat lima orang anggota.

Sunarwan menceritakan perihal nama klub layang-layangnya tersebut. Diakui Sunarwan Pangeran Petruk merupakan nama yang digunakan sebagai pengabur identitas aslinya. Ia merupakan seorang yang masih memiliki darah keturunan Kasunanan Surakarta. Namun ia tidak mau menyebutkan lebih detail tentang itu.

Selain itu nama petruk ia dapat dari panggilan masa kecilnya karena memiliki tubuh tinggi kurus mirip dengan petruk, salah satu tokoh punakawan. “Orang akan bertanya-tanya kenapa kok “Petruk bisa jadi pangeran,” ungkapnya.

Pangeran Petruk tercatat merupakan juara umum FLLN pada 2015 lalu. Prestasinya bukan hanya itu saja, sebelumnya pada 2013, Pangeran Petruk berhasil menjadi juara umum pada festival layang-layang bertaraf internasional yang diselenggarakan di pantai Pangandaran, Jawa Barat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya