SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta--Hampir sebanyak 70% daro total waralaba di Indonesia belum memiliki Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW). Kasus ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pemerintah.

Anggota Asosiasi Perhimpunan Waralaba Indonesia Departemen Legal Emir Pohan mengungkapkan, hingga kini masih banyak para pengusaha yang melebarkan bisnis usahanya melalui waralaba namun belum memiliki STPW.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

“Sejujurnya banyak yang belum punya STPW. Sekitar 70% belum punya STPW,” ujarnya saat ditemui di Pameran Waralaba, JCC, Sabtu (19/6/2010).

Menurut Emir, kasus tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi pemerintah terhadap PP 42 tahun 2007 tentang waralaba.

“Dalam PP itu, kalau enggak ada itu (STPW), tidak bisa dibilang franchise. Banyak yang klaim waralaba, tapi tidak serta merta mereka punya. Di sini terlihat miss leading, sosialisasi pemerintah memang kurang,” jelasnya.

Emir menilai pertumbuhan waralaba di Indonesia tidak disertai dengan perundang-undangan yang jelas.

“Kita lihat saja PP tentang waralaba di bawah UU Usaha Kecil Menengah. Padahal tidak semua waralaba merupakan UKM,” jelasnya.

Selain itu, Emir menyatakan banyak peraturan mengenai waralaba ini yang bersifat lokal. Seharusnya, peraturannya harus bersifat nasional.

“Secara teknis, jajaran dinas provinsi terutama, beda tempat,beda aturan. Franchise harusnya nasional. Di sini boleh, di sana enggak, jadi belum seragam,” ujarnya.

Akibatnya, bisnis waralaba dijalankan secara bussiness to bussines (b to b) dengan perjanjian berdasarkan suka sama suka. Begitupun ketika bisnis tersebut mengalami selisih dan masuk ke ranah hukum.

“Tipikalnya (kasus waralaba) jarang ada yang mau keluar biasanya diselesaikan sendiri. Sengketa franchise kalau masuk pengadilan jadi luar biasa, jadi putusannya masih ngaco-ngaco gitu,” jelasnya.

Namun, lanjut Emir, ketidakjelasan peraturan tersebut tidak serta merta melarang seseorang untuk berbisnis. Sebagai contoh, di Malaysia izin membuka waralaba harus diketahui Menteri Perdagangan.

“Intinya kita tidak bisa melarang orang untuk berbisnis. Kita lebih diuntungkan oleh sistem. Jadi lebih dinamis. Kalau semuanya izin dulu malah jadi lebih ribet,” ujarnya.

Emir nyatakan pihaknya hanya bisa mendorong jika terjadi sengketa, pihak yang bersengketa bisa melakukan mediasi bersama asosiasi agar keputusannya bisa adil.

“Ya perlu mediasi agar keputusannya tidak kemana-mana,” tandasnya.

dtc/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya