SOLOPOS.COM - Seorang warga melewati perlintasan KA Teguhan, Sragen Wetan, Sragen, Selasa (31/10/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Sekitar 70 kios di Jl. Diponegoro, Sragen, ikut terdampak proyek pembangunan rel ganda Solo-Walikukun.

Solopos.com, SRAGEN –Para pedagang yang menempati puluhan bangunan kios buah di sepanjang Jl. Diponegoro Sragen Tengah, Sragen, beraktivitas seperti biasa, Rabu (1/11/2017). Mereka tak mengetahui kios yang mereka tempati bakal terkena dampak pembangunan jalur ganda (double track) Solo-Walikukun yang dimulai 2017 dan bakal operasional pada 2018 mendatang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pemerintah Kelurahan Sragen Tengah sudah mendata kios-kios yang menempati ruang milik jalan (rumija) itu. Bangunan itu dibangun pada masa pemerintahan Bupati R. Bawono. Status asetnya milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen. (Baca: 35 Keluarga Sragen Wetan dan Plumbungan Tergusur Proyel Rel Ganda KA)

Ekspedisi Mudik 2024

“Kami belum sosialisasi karena belum ada lahan penggantinya. Pemkab bekerja sama dengan PT KAI [Kereta Api Indonesia] untuk mencarikan lahan pengganti itu. Kalau jumlah kiosnya ada 70-an. Lebih detailnya ada di pengelola Pasar Bunder,” ujar Kepala Kelurahan Sragen Tengah, Supriyadi, saat dihubungi Solopos.com, Rabu.

Kebutuhan lahan untuk proyek rel ganda di wilayah Sragen Kota mencapai 19.383 meter persegi membentang mulai dari Kelurahan Sine, Sragen Kulon, Sragen Tengah, Sragen Wetan, hingga Nglorog. Selain wilayah Pasar, bangunan berderet di wilayah Sragen Wetan yang digunakan warga sebagai pabrik tahu juga terancam kena gusur.

Bangunan itu ada yang sudah besertifikat hak milik dan ada yang menempati tanah oro-oro atau OO. Koordinator Tim Pengadaan Tanah Jalur Ganda Solo-Walikukun, Agus Purnomo, menyampaikan proses pengadaan tanah itu baru dimulai Agustus 2017 lalu.

Agus yang juga Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sragen itu menyebut kebutuhan tanah untuk perluasan jalur ganda kereta api (KA) itu mencapai 77.232 meter persegi yang membentang dari wilayah Kecamatan Masaran hingga Kecamatan Gondang yang berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

“Ya, tanah itu ada di wilayah Masaran, Sidoharjo, Sragen, Karangmalang, Ngrampal, dan Gondang. Status tanahnya ada yang tanah kas desa, ada yang sudah milik kompartemen PJKA [PT KAI]. Ada juga yang hak milik dan tanah OO. Kami belum mendata jumlahnya karena kami belum menginventarisasi tanah itu tetapi baru tahap sosialisasi,” ujar Agus saat berbincang dengan wartawan, Rabu siang.

Agus tidak mengetahui kebutuhan anggarannya karena itu wewenang PT KAI. Dia memastikan anggaran itu dari APBN dan pada 2017 ini diprioritaskan untuk wilayah Kecamatan Sragen Kota dan Karangmalang yang tanah terdampaknya tidak terlalu luas.

Agus tinggal menunggu izin penunjukan lokasi (penlok) yang nantinya dilampiri perencanaan dari Gubernur Jateng baru tim pengadaan bergerak. “Begitu pembebasan lahan selesai kami bisa memberi kepastian hukum atas kepemilikan tanah sehingga tidak liar. Jadi Ditjen Perkereapian nanti sebagai pengguna hak pakai. Hak miliknya ada di Kementerian Perhubungan. Mekanisme pengadaannya tetap mengacu pada UU dan Peraturan Presiden,” tutur Agus.

Selama ini, kendalanya ada pada banyaknya tanah kas desa karena pemanfaatan tanah kas desa ini dilindungi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya