SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak tantrum (Freepik)

Solopos.com, SOLO -- Tantrum merupakan hal yang wajar bagi anak batita (bawah tiga tahun). Perilaku tersebut merupakan cara anak mengekspresikan emosi. Namun, orang tua harus mewaspadai jika anak mulai menyakiti diri atau orang lain.

Menurut dokter spesialis anak RSUD Dr Soetomo Surabaya, Meta Hanindita, tantrum merupakan ledakan emosi yang tak terkendali. Tantrum merupakan hal normal dari proses perkembangan anak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

”Tantrum pasti akan ada akhirnya. Biasanya saat anak memasuki umur empat tahun. Tantrum umumnya muncul saat anak berumur satu tahun dan makin parah saat berumur dua tahun,” kata Meta dalam buku Play and Learn seperti dikutip dari Detikcom.

Penelitian National Association of School Psychologist, Universitas Miami, Amerika Serikat, menunjukkan perkembangan dan tahapan tantrum terbagi dalam tiga fase. Tahap pertama tantrum dapat terjadi pada umur 12 bulan-15 bulan.

Baca juga: Niat Bantu Istri, Suami Cuci Kuas Make Up Berujung Bencana

Pada umur satu tahun, anak mulai aktif bergerak dan lebih peka terhadap perasaan suka atau tidak suka. Penglihatan anak terhadap benda di sekitarnya pun lebih peka. Bentuk tantrum bisa berupa tangisan kencang, berpura-pura jatuh, dan selalu menempel pada orang tua.

Dilansir Just The Facts Baby, pada usia 12 bulan, anak tantrum bukan untuk mencari perhatian. Tantrum tahap pertama terjadi akibat ledakan emosi. Anak merasa frustrasi saat ingin berkomunikasi namun kemampuan bicaranya terbatas.

Puncak tantrum terjadi saat buah hati berumur 18 bulan-36 bulan. Hal itu dapat dilihat dari frekuensi, intensitas, dan waktu tantrum. Beberapa  tantrum terjadi pada waktu singkat atau 10 detik-15 detik. Pada anak lain, tantrum dapat terjadi selama satu jam hingga dua jam.

Bentuk pelampiasan emosi anak pun lebih beragam. Mulai dari melemparkan diri ke lantai, menggigit badan, sampai menahan napas. Menurut Fetsch dan Jacobson, pada usia dua tahun hingga tiga tahun anak mulai membentuk rasa percaya diri.

Baca juga: Pasang Behel Tak Boleh Asal, Ini Tahapannya...

Anak umur tersebut berada pada tahap autonomy vs shame and doubt. Maksudnya, anak seolah-olah ingin menunjukkan sesuatu, padahal tidak. Emosi mereka pun berkembang lebih cepat daripada kemampuan pengendaliannya.

Ekspresi Lewat Ucapan

anak tantrum
Ilustrasi anak menangis (Freepik)

Pada umur tiga tahun, kemampuan berbahasa anak semakin berkembang. Anak mulai bisa mengekspresikan keinginannya melalui ucapan. Hal itu menyebabkan bocah tak sering mengalami tantrum. Akan tetapi, mereka mulai tantrum jika keinginannya tidak dipenuhi.

Menurut psikolog asal Amerika Serikat, Michelle Borba, sekitar 23%-83% anak umur dua tahun hingga empat tahun melakukan tantrum sekali dalam sepekan. Selain itu, ada 20% anak yang melakukan tantrum setiap hari.

Tak semua anak mengalami penurunan frekuensi tantrum pada umur tiga tahun. Banyak pula bocah umur empat tahun bahkan lima tahun yang masih tantrum.

Baca juga: Benarkah Payudara Sering Diremas Bisa Bikin Besar?

Frekuensinya yakni, 20% di antaranya tantrum dua kali atau lebih dalam sehari. Pada bocah usia di atas empat tahun hanya 11% yang melakukan tantrum lebih dari dua kali sehari.

Ketika menginjak usia sekolah, seharusnya anak tidak mengalami tantrum. Tantrum saat usia sekolah dapat berupa perilaku impulsif, membangkang, dan mudah frustrasi. Anak pun mudah meledak saat sedang marah.

Tantrum saat usia sekolah dapat dipicu oleh trauma atau aturan ketat orang tua. Perubahan lingkungan yang tajam karena pindah rumah atau perceraian juga memicu tantrum.

Cara Hadapi Tantrum

Menghadapi buah hati yang sedang tantrum bukanlah hal mudah. Reaksi orang tua yang tidak tepat menyebabkan emosi anak semakin tak terkendali.  Berikut tips untuk mengahadapi tantrum pada anak seperti dikutip dari laman Stanford Children’s Health:

1. Tetap tenang.

2. Membiarkan anak meluapkan emosi. Tunggu sampai kemarahan mereka mereda.

3. Melakukan cara halus dalam mengatasi tantrum. Hindari memukul pantat atau mencubit mereka.

4. Tidak mudah menyerah menghadapi tantrum. Kedepannya, anak akan menggunakan tantrum sebagai ancaman saat keinginannya tak terpenuhi.

5. Hindari memberi hadiah untuk menghentikan tantrum. Anak akan semakin tak terkendali saat menginginkan hadiah.



6. Jauhkan anak dari benda-benda berbahaya. Terkadang anak yang tantrum sering melempar benda yang ada di sekitar mereka.

7. Gunakan waktu untuk membiarkan anak mengendalikan diri.

Ada banyak hal yang memicu tantrum. Mungkin karena kemauan anak tak dipahami atau dipenuhi orang tua. Bisa jadi anak tantrum akibat situasi yang menyebabkan kemarahan. Hal tersebut meliputi berbagai macam pembatasan.

Baca juga: Gadis Ini Viral Gegara Pelihara Nyamuk, Ngasih Makannya Bikin Penasaran

Pembatasan yang dilakukan orang tua dapat berupa rintangan gerak, keinginan, dan aktivitas anak. Pengekangan rencana dan niat juga memicu konflik yang menyebabkan anak tantrum.

Hal lain penyebab tantrum yakni, mencari perhatian orang tua. Contohnya, anak berguling-guling di lantai mini market karena orang tua melarang membeli permen.

Tantrum bisa menjadi reaksi buah hati dalam menolak hal yang tak diinginkan. Hal itu biasa terjadi saat orang tua menyuruh anak tidur atau mandi.

Semakin bertambah umur, anak mulai menggunakan tantrum sebagai ancaman. Anak merasa tantrum efektif untuk membuat keinginannya terkabul. Sudah saatnya orang tua mengenal fase-fase tantrum pada anak sehingga bisa memberikan respons positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya