SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemungutan suara pemilihan umum. (ui.ac.id)

Solopos.com, JAKARTA–Lembaga Survei Jakarta (LSJ) merilis 71,2 persen masyarakat menolak Pemilu 2024 ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden meskipun 67,4 persen mengaku puas terhadap kinerja pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.

Peneliti LSJ Fetra Ardianto mengatakan survei tersebut dilakukan pada 18-28 Februari 2022 di 34 provinsi di seluruh Indonesia dengan sampel 1.225 responden melalui teknik pengambilan sampel secara acak bertingkat atau multi-stage random sampling.

Promosi Safari Ramadan BUMN 2024 di Jateng dan Sulsel, BRI Gelar Pasar Murah

“Berdasarkan temuan survei LSJ, sebanyak 71,2 persen responden menyatakan tidak setuju terhadap usulan penundaan Pemilu 2024 dan sekaligus perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dengan alasan apa pun,” kata Fetra dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Oligarki Makin Menguat pada Pemilu 2024

Dia mengatakan hanya 18,6 persen responden yang mengaku setuju dengan penundaan pemilu dan sebanyak 10,2 persen responden menjawab tidak tahu atau tidak dapat memberikan tanggapan.

Menurut dia, survei LSJ menemukan bahwa mayoritas publik atau 67,4 persen mengaku puas terhadap kinerja pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dan sangat diapresiasi publik luas.

“Namun tingginya tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Jokowi ini ternyata tidak bisa dijadikan pembenaran atau justifikasi untuk memperpanjang masa jabatan Presiden melalui penundaan Pemilu 2024 sebagaimana diusulkan Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, dan Zulkifli Hasan,” ujarnya.

Baca Juga: Luhut Bicara Soal Penundaan Pemilu 2024, PDIP: Kapasitasnya Apa?

Fetra menjelaskan ada beberapa alasan mengapa mayoritas publik menolak usulan penundaan Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan Presiden, pertama, ide tersebut merupakan pelanggaran konstitusi.

Kedua menurut dia, penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dapat memicu munculnya kerusuhan sosial seperti yang terjadi pada akhir kepemimpinan Presiden Soeharto.

“Ketiga, penundaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden, akan mencoreng legacy dan nama harum Presiden Jokowi di mata publik,” katanya.

Baca Juga: Penundaan Pemilu 2024 hingga Jokowi Cawapres, Begini Pendapat Rudy

Keempat menurut dia, penundaan pemilu dan memperpanjang jabatan presiden dapat menghambat sirkulasi kepemimpinan nasional secara periodik yang sudah menjadi kesepakatan nasional pasca-reformasi.

Margin of error survei LSJ tersebut adalah +/- 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan sebesar 95 persen. Pengumpulan data dilakukan melalui teknik wawancara tatap muka responden dengan bantuan kuesioner.

 

Kontroversi Luhut

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pendapat pribadinya soal kondisi Indonesia apabila Presiden Joko Widodo ditambah masa jabatannya tiga tahun.

Baca Juga: Hasil Survei LSI: Mayoritas Warga Menolak Penundaan Pemilu 2024

“Menurut saya akan lebih baik kalau beliau [Jokowi] diperpanjang 3 tahun. Mungkin sekali akan lebih bak. [Ditambah] tiga tahun cuma sekali,” katanya pada bincang-bincang di Youtube Deddy Corbuzier dikutip Minggu (13/3/2022), seperti dilansir dari Bisnis.com.

Luhut berpandangan begitu bukan tanpa sebab Jokowi, tambahnya, bisa dilihat dari pribadi, apa yang sudah dilakukan, serta hasilnya. Menurutnya, kinerja Jokowi bagus. Itu didukung dengan beberapa survei tingkat kepuasan masyarakat yang angkanya cukup tinggi.

“Sekarang kita menangani supaya inflasi ini jangan naik tinggi karena sekarang inflasi kita masih bagus. Kita masih terbagus di region ini. Siapa yang mau bantah itu?,” jelasnya.

Baca Juga: Penundaan Pemilu 2024 Wacana yang Mengancam Demokrasi Indonesia

Sementara itu, Luhut mengklaim bahwa wacana penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiga periode atau menunda pemilu berasal dari suara rakyat, bukan dari Jokowi sendiri. Luhut mengaku, ide tersebut berasal suara pengguna media sosial Indonesia sebesar 110 juta yang mengeluhkan biaya Pemilu 2024 mencapai Rp100 triliun lebih.

“[Mereka] bilang kita mau habisin 100 triliun lebih untuk milih ini di keadaan begini. Ngapain sih? Kan serentak. Itu yang rakyat omong. Ceruk ini rakyat ini ada di partai Demokrat, Gerindra, PDIP, PKB, dan Golkar di mana-mana ini,” terangnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya