SOLOPOS.COM - Ilustrasi tabung gas elpiji 3 kg. (Solopos-dok)

Solopos.com, JAKARTA — Program konversi dari kompor Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi yang diusung oleh PT PLN (Persero) dinilai bisa menjadi jalan alternatif untuk dapat menyelesaikan permasalahan subsidi energi yang selama ini dinilai kurang tepat sasaran.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Edy Priyono menyebutkan selama ini subsidi LPG besar nilainya karena lebih banyak dinikmati oleh kelompok yang bukan menjadi sasaran dari subsidi ini.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Perkiraannya sekitar 65 persen dari subsidi LPG yang menikmati bukan kelompok miskin atau rentan miskin. Itu yang membuat negara rugi besar karena kita impor,” ungkapnya dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan PT PLN (Persero), Kamis (9/12/2021), seperti dikutip dari liputan6.com.

Baca juga: Pertamina Patra Niaga Pastikan Stok dan Penyaluran BBM Nataru Aman

Untuk diketahui, subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah terus naik setiap tahunnya. Subsidi energi naik rata-rata 3,7 persen setiap tahun dan diperkirakan pada 2022 alokasi subsidi energi naik 4,3 persen dibandingkan 2021. Alhasil, tahun depan kenaikan subsidi energi diperkirakan menjadi Rp134 triliun. Subsidi energi ini terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu dan LPG Tabung 3 kg sebesar Rp77,54 triliun dan subsidi listrik Rp56,47 triliun.

Maka dari itu, arahan lisan Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) di hadapan direksi dan komisaris PT PLN (Persero) terkait konversi kompor elpiji ke kompor induksi layaknya dapat menjadi momentum reformasi subsidi energi yang belum pernah terselesaikan secara baik.

Mengurangi Defisit

Ekonom Indef Abra Talattov menilai program konversi dari kompor LPG ke kompor induksi ini tidak hanya mengurangi defisit neraca perdagangan, tetapi juga menjaga ketahanan energi. Dia pun melihat manfaat positif konversi kompor induksi ada dari sisi subsidi.

“Harga LPG subsidi selama 14 tahun harganya tidak pernah berubah. Jadi gap antara LPG subsidi dan tidak sekarang sudah sekitar Rp5.300 per kg. Jadi sangat wajar, hampir 60 persen masyarakat yang tidak berhak turut menikmati LPG bersubsidi. Kalau dibiarkan terus, subsidi energi yang diberikan pemerintah akan terus tidak tepat sasaran,” terangnya.

Baca juga: Pelaku UKM Keluhkan Barang Impor Murah Marak Beredar di Toko Online

Maka dari itu, Abra pun mendesak pemerintah untuk segera melakukan reformasi subsidi energi. Dari satu sisi mengurangi ketergantungan kepada LPG, kemudian juga mempertajam subsidi energi yang lebih tepat sasaran.

“Bagaimana pemerintah bisa memperjelas rumah tangga yang memang berhak mendapatkan subsidi energi. Salah satunya dengan subsidi kompor listrik dengan data yang lebih valid. Karena data PLN sudah jelas, by name by address,” tegas Abra.

Hanya saja, dia pun mengingatkan PLN jangan hanya fokus menyasar masyarakat yang akan diberi subsidi energi untuk beralih dari LPG ke Induksi. Pelanggan nonsubsidi juga harus menjadi target pelanggan konversi energi ini. Terlebih ketika PLN menyebutkan efisiensi kompor induksi, tentu kalangan menengah atas akan lebih rasional.

“Jadi saran saya yang dijadikan sasaran awal para ASN, pegawai BUMN, TNI/Polri, pemerintah dan para pejabat, untuk memberi contoh kepada masyarakat. Bahwa menggunakan kompor listrik ini memang hemat dan aman,” pungkasnya.

Baca juga: Hampir Target, Program Sejuta Rumah Per November Tembus 931.592 Unit

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya