SOLOPOS.COM - Warga beramai-ramai mengambil air bantuan dari BPBD Boyolali di salah satu daerah terdampak kekeringan beberapa waktu lalu. (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Enam kecamatan di Boyolali masuk peta rawan kekeringan 2023 dengan jumlah warga terdampak krisis air bersih mencapai 127.000 jiwa. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali, enam kecamatan tersebut yakni Wonosamodro, Wonosegoro, Juwangi, Kemusu, Musuk, dan Tamansari.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Boyolali, Suparman, mengungkapkan sejak Juli, baru ada empat kecamatan yang mengajukan permintaan bantuan air bersih yaitu Wonosamodro, Wonosegoro, Kemusu, dan Tamansari. Namun, ia mengungkapkan tidak semua desa di empat kecamatan tersebut meminta bantuan air bersih.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Terhitung sejak Juli hingga hari ini kami sudah menyalurkan 48 tangki air bersih. Per tangki berisi 5.000 liter,” ujar dia saat ditemui Solopos.com di kantornya, Senin (7/8/2023).

Lebih lanjut, ia memprediksi kemarau yang mengakibatkan kekeringan di Boyolali pada 2023 ini akan lebih panjang dibandingkan 2022 karena adanya fenomena El Nino. Sebagai informasi, El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur.

Hal tersebut dapat meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudra Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia.

“Walaupun SK [Surat Keputusan] Bupati [terkait kekeringan] berlaku mulai 1 Juli sampai 1 Oktober, tapi karena prediksi kemarau panjang, pemerintah daerah lewat BPBD akan menyesuaikan,” jelas dia.

Bahkan, ia memprediksi dampak kekeringan akibat El Nino di Boyolali bisa sampai November bahkan pertengahan Desember 2023. Suparman mengungkapkan BPBD Boyolali telah menyiapkan 400-an tangki air bersih untuk daerah rawan bencana kekeringan pada 2023 ini.

“Di enam kecamatan yang masuk dalam peta rawan bencana kekeringan tersebut, hampir seluruh desa terkena dampak. Ada sekitar 127.904 jiwa yang terkena dampaknya,” kata dia.

Koordinasi Pengiriman Bantuan Air

Walaupun hampir seluruh desa terdampak, Suparman menggarisbawahi sudah ada beberapa dukuh yang tidak terdampak karena sudah memiliki sumur dalam atau sistem pengairan buatan lain.

Ia menjelaskan penyebab enam daerah itu masuk menjadi daerah rawan kekeringan di Boyolali karena sumber mata air sulit ditemukan bahkan tidak ada karena masuk daerah kering. “Sempat itu di daerah Wonosamodro dibuat sumur bor, ada airnya, tapi asin. Jadi tidak bisa dimaksimalkan untuk kebutuhan penduduk,” kata dia.

Selanjutnya, Suparman membeberkan jadwal pengiriman bantuan air terdekat yaitu pada Selasa (8/8/2023). Ia mengungkapkan Bupati Boyolali, M Said Hidayat, akan melepas 10 tangki air bersih untuk dikirimkan ke Wonosamodro, Wonosegoro, Kemusu, dan Tamansari pada hari itu.

Dalam pengiriman air ke daerah kekeringan, Suparman menjelaskan BPBD Boyolali juga menggandeng instansi lain seperti Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), PMI, dan corporate social responsibility (CSR) beberapa bank.

Walaupun sumber bantuan dari berbagai pihak, ia menjelaskan data pengiriman air bersih ke wilayah kekeringan di dipusatkan di BPBD Boyolali agar merata dan tidak terjadi tumpang tindih. “Jadi semisal PMI Boyolali mengirimkan air ke mana gitu, nanti tetap melapor ke kami. Koordinasi agar terdata dan tidak tumpang tindih,” kata dia.

Suparman mengapresiasi dan berterima kasih kepada banyak organisasi sosial yang mengirimkan air bersih langsung kepada masyarakat di daerah rawan kekeringan. Ia menjelaskan untuk masyarakat hukumnya tidak wajib berkoordinasi ke BPBD jika akan mengirimkan air bersih.

Namun, ia menilai akan lebih baik jika ada koordinasi. “Semisal desa tertentu baru saja dikirimi BPBD, kok dikirim lagi sama organisasi tertentu, tapi di desa sebelahnya kok belum dapat-dapat. Jadi menghindari kecemburuan sosial,” kata dia.

Mencari Air di Belik

Sementara itu, warga Ngasinan, Garangan, Wonosamodro, Boyolali, Syaifudin Zuhri, mengungkapkan warga di daerahnya telah mengalami kesulitan air bersih. Ia menilai musim kemarau dan krisis air bersih di Boyolali utara pada 2023 ini lebih parah dibandingkan pada 2022.

Zuhri menjelaskan pada 2022, walaupun musim kemarau masih ada hujan yang mengisi sumur-sumur. Ada dua sumur dalam untuk memenuhi kebutuhan air warga di Ngasinan. Akan tetapi, sumur tersebut tidak cukup memenuhi kebutuhan warga sehingga warga yang tinggal di sekitar sumur sekalipun susah mencari air.

“Jadi lokasi kami itu seperti di puncak batok kelapa. Kami harus turun dulu sekitar 500 meter untuk mencair air,” kata dia kepada Solopos.com, Minggu (6/8/2023).

Dalam sehari, ia menjelaskan rata-rata warga membutuhkan sekitar 5-10 jeriken air untuk masak dan mandi. Terlebih, bagi warga yang mempunyai hewan ternak juga membutuhkan air bersih.

Pada masa krisis air bersih akibat kekeringan, beberapa warga di wilayah Boyolali utara itu naik sepeda motor dan menenteng jeriken di sisi kanan-kiri menuju air belik hasil menggali tanah di dataran rendah. Bahkan ibu-ibu juga menggendong jeriken untuk mencari air bersih.

“Biasanya yang laki-laki bisa tiga sampai empat kali, bahkan lebih, dalam sehari [mencari air di belik]. Kalau ibu-ibu itu biasanya menggendong sekali, jadi sekalian cuci baju terus pulang bawa air. Itu ke sumber airnya dari belik di dataran rendah, di situ kan menyimpan air waktu musim hujan,” kata dia.

Ia mengatakan warga juga telah berusaha membuat sumur dalam akan tetapi belum membuahkan hasil. Ke depan ia berharap ada dermawan yang turut membantu membuatkan sumur bor bagi warga setempat sehingga tidak perlu jauh-jauh mencair air ke daerah bawah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya