Solopos.com, SRAGEN -- Pabrik Gula atau PG Mojo, Sragen, merupakan satu dari tiga pabrik gula yang masih bertahan di Soloraya hingga kini. Tahun ini genap 138 tahun usia PG Mojo.
Dua pabrik gula lainnya yang masih beroperasi yakni PG Tasikmadu di Karanganyar dan PG Gondang Winangoen di Klaten. Di Sragen sendiri sebelumnya ada pabrik gula lain selain PG Mojo, yakni PG Kedungbanteng.
Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda
Namun, pabrik gula di Kecamatan Gondang itu sudah lama tak beroperasi lagi. Sebagai salah satu pabrik gula dengan usia yang cukup tua, PG Mojo yang terletak di Jl Kyai Mojo No 1 Sragen Kulon, Sragen, mencatatkan sejarah panjang
Baca Juga: Fakta Menarik PG Mojo Sragen, Ternyata Pernah Diminta Tutup Oleh Eks Wapres Jusuf Kalla
Berikut enam fakta menarik seputar PG Mojo Sragen yang dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, Senin (21/6/2021).
1. Berdiri Pada 1883
PG Mojo didirikan pada tahun 1883 oleh perusahaan Hindia Belanda yang kala itu bermarkas di Den Haag, Belanda, serta di Semarang. Dilansir dari laman Blusukan Pabrik Gula, dalam sertifikat saham pendirian PG Mojo Sragen tertera biaya investasi pembangunan pabrik gula ini mencapai 350.000 Gulden atau setara Rp2,8 miliar.
2. Kebijakan Tanam Paksa
Kebijakan tanam paksa atau Culturstelsel yang dikeluarkan Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada 1830 melatarbelakangi pendirian PG Mojo. Tujuannya mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Baca Juga: Silakan Daftar, Polres Sragen Siapkan 1.340 Dosis Vaksin Covid-19 Gratis Mulai Rabu
PG Mojo memulai proses giling pertamanya pada 1885. Seiring berjalannya waktu, pada 1959 pengelolaan PG Mojo Sragen diambil alih pemerintah dan hingga kini PG Mojo berada di bawah pengelolaan PT Perkebunan Nusantara IX (Persero).
3. Jaringan Kereta Lori Hingga ke Pelosok Sragen
Untuk mendukung proses produksinya, PG Mojo juga memiliki jaringan kereta lori pengangkut tebu dengan panjang jalur hingga puluhan kilometer. Jaringan kereta lori itu tersebar di berbagai perkebunan tebu di seluruh penjuru Kabupaten Sragen.
Jalur lori atau decauville PG Mojo tersebar di Tangkil, Pilangsari, Karangmalang, Terik, Sidoarjo, hingga Masaran. Salah satu potret lawas perbaikan rel lori di sebelah timur Jembatan Mungkung bisa dilihat di Kantor Arsip dan Dokumentasi Sragen. Dalam keterangannya, foto itu diambil pada 1971.
Baca Juga: Walah, 1 Bangunan Liar Tepi Jalan Solo-Purwodari Sragen Ternyata Milik Seorang ASN
4. Bekas Rel Lori Jadi Jembatan Gantung
Seiring majunya teknologi transportasi, angkutan lori milik PG Mojo tergantikan oleh truk. Jalur-jalur lori dari pabrik gula menuju ladang banyak yang dicabut dan ditimbun sebelum berganti jadi kawasan pemukiman penduduk.
Jembatan gantung di perbatasan Dukuh Tempursari, Desa Karanganyar, dengan Dukuh Bero, Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan, dibangun menggunakan bekas rel lori milik PG Gondang pada era 1990-an.
5. Jadi Markas Pasukan Belanda
PG Mojo Sragen pernah menjadi markas pasukan Belanda pada era perang kemerdekaan. PG Mojo dahulu masih dikelilingi kebun tebu. Kebun tebu itu kemudian dijadikan titik pengintaian pejuang untuk mengawasi gerak gerik pasukan Belanda yang bermarkas di PG Mojo.
Baca Juga: Curhatan Pilu Annas Habibie Sebelum Meninggal: Kehilangan 6 Orang Tersayang Dalam 2 Bulan
Hal ini pernah dikisahkan almarhum mantan Ketua Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Sragen, Maryoto, kepada Solopos.com pada 2020 lalu.
“Di sini [Gedung Juang 45] dulu itu adalah roundevoes [bundaran] yang jadi titik kumpul pejuang dalam mengintai markas pasukan Belanda di PG Mojo. Tempat ini [roundeoes] relatif aman karena terlindungi kebun tebu,” papar Maryoto kala itu.
6. Diminta Ditutup Oleh Jusuf Kalla
Jusuf Kalla saat menjadi wakil presiden pada 2014 pernah meminta PG Mojo ditutup. Dalam kunjungannya ke Sragen pada 2014 lalu, Jusuf Kalla menyebut revitalisasi PG Mojo tidak ada guna karena kondisi pabrik sudah terlalu tua.
Baca Juga: Pendaftaran Dimulai Senin Ini, PPDB SMP Sukoharjo Siap Tampung 9.894 Siswa
Ia justru menyarankan area PG Mojo dijadikan perumahan real estate lantaran lokasinya berada tak jauh dari pusat Kota Sragen. Sebagai gantinya, ia mengusulkan pendirian pabrik gula baru dengan sentuhan teknologi terkini di lokasi lain.
“?Revitalisasi tidak ada guna. Seperti orang sakit, diperbaiki kaki kanan, kaki kiri sakit, tidak bisa jalan. Bikin super baru, efisiensi tinggi, digital," kata Jusuf Kalla di PG Mojo Sragen, Desember 2014, seperti dilansir Bisnis.com.
Komentar Jusuf Kalla itu terlontar setelah mendengar pemaparan terkait hasil produksi gula dari PG Mojo sebagaimana disampaikan PTPN IX. Pada saat itu, kinerja PG Mojo disebut kurang menggembirakan.