SOLOPOS.COM - Para petani di Dukuh/Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, berunjuk rasa menolak penjualan sawah kepada investor pabrik sepatu, Selasa (14/7/2020). (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN -- Pemerintah Desa (Pemdes) Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, secara terang-terangan menyampaikan dukungannya terhadap pembangunan pabrik sepatu di desa setempat.

Padahal pada Selasa (14/7/2020), sekitar 30 petani di Dukuh/Desa Bonagung berunjuk rasa menolak menjual tanah kepada investor yang akan membangun pabrik sepatu di sawah mereka.

Promosi Pegadaian Area Surabaya 2 Gelar Festival Ramadan 2024 di 2 Lokasi

Kepala Desa Bonagung, Suwarno, mengatakan alasan pertama sesuai Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Desa Bonagung masuk zona industri sehingga rencana pembangunan pabrik sepatu itu dinilainya tidak melawan aturan yang berlaku.

Wadadidaw! Ratusan Ton Ikan di Waduk Kedung Ombo Sragen Mati Keracunan

Alasan kedua, Suwarno menilai harga yang ditawarkan kepada petani sudah di atas harga normal. Saat ini harga jual tanah di Bonagung sekitar Rp90.000/meter. Sementara harga ditawarkan investor mencapai Rp150.000/meter hingga Rp200.000/meter.

Alasan ketiga, kata Suwarno, para petani Bonagung yang keberatan menjual lahannya dengan dalih ingin tetap bertani sudah disiapkan lahan lain di lokasi yang lebih subur sebagai pengganti. Dengan begitu, kata dia, petani tetap bisa beraktivitas di lahan seperti biasanya.

“Lahan di sini itu tadah hujan. Kalau tidak ada hujan ya susah panen karena lahannya kering. Masih ada lahan yang lebih subur seperti di daerah Gabugan, Tanon atau Suwatu sebagai pengganti,” ujar Suwarno saat ditemui wartawan di kantornya, Selasa.

Terungkap! Pengemudi Truk Terguling Tewaskan 3 Orang di Sragen Nyopir Sambil Momong Balita

Alasan keempat, kepada petani pemilik lahan juga dijanjikan tempat berjualan berupa los dan kios di pasar yang rencananya dibangun depan pintu masuk pabrik sepatu itu.

Alasan kelima, pabrik sepatu itu membutuhkan sekitar 30.000 karyawan yang bekerja dalam tiga sif. Dia menilai keberadaan pabrik sepatu di Bonagung itu akan membawa multiefek yang mengangkat perekonomian warga sekitar.

“Warga sekitar sudah pasti diserap jadi tenaga kerja. Pemilik lahan dapat hak berjualan di pasar. Warga sekitar juga bisa membuka warung atau kos-kosan. Kalau istirahat, karyawan pasti akan jajan di pasar sehingga dampaknya, perekonomian warga terangkat. Lahan untuk area pasar mencapai 1 hektare, nanti dilengkapi 100 kios,” ucap Suwarno.

Menguntungkan Warga

Alasan keenam, Suwarno menilai keberadaan pabrik sepatu itu tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Menurutnya, justru limbah pabrik sepatu itu bisa dipakai untuk pernak-pernik kerajinan tangan.

“Limbah kimia tidak ada, suara bising juga tidak ada. Menurut kami, keberadaan pabrik sepatu itu justru menguntungkan warga sekitar. Kalau mau berpikir jernih, khususnya orang yang nuraninya sudah terbuka, pasti akan menerimanya,” kata Suwarno.

Demi Sragen Tetap Kondusif, Bupati Bentuk Forum Komunikasi Perguruan Silat

Menanggapi hal itu, Sulardi Endro Sucipto, 68, salah seorang petani yang berunjuk rasa menganggap warga Bonagung mengalami krisis kepemimpinan jika seorang kepala desa justru berpihak kepada investor daripada memperjuangkan nasib petani warganya sendiri.

“Kalau memang tidak mau berpihak kepada petani, kami tidak segan untuk menggelar unjuk rasa di depan balai desa untuk menurunkan dia dari jabatan kepala desa,” ujarnya Sulardi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya