SOLOPOS.COM - Kondisi rumah Hisam [kanan] dan Paniyem yang nyaris ambruk di Dusun/Desa Jatibatur, Kecamatan Gemolong, Sragen, Selasa (11/10/2016). (Moh. Khodiq Duhri /JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 25 desa di lima kecamatan di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah menjadi pilot project dalam penanganan kemiskinan ekstrem dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).

Puluhan desa tersebut menjadi zona merah kemiskinan di Sragen versi TNP2K. Sementara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyebut ada 51 desa di Sragen yang masuk zona merah kemiskinan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Sragen Dwi Cahyani saat ditemui Solopos.com, Senin (27/12/2021), menyebut 25 desa itu berada di wilayah Kecamatan Kalijambe, Tanon, Plupuh, Gemolong, dan Sumberlawang.

Dia menerangkan, selama tiga tahun ke depan angka kemiskinan di di 25 desa itu harus nol persen di 2024.

“Kami sudah melakukan verifikasi dan validasi data warga miskin di 25 desa itu. Secara by name dan by address ada 309 keluarga tetapi setelah diverifikasi dan validasi tinggal 277 keluarga. Dari lima kecamatan tersebut diambil lima desa yang ditetapkan sebagai zona merah kemiskinan untuk pilot project penanganan kemiskinan ekstrem,” ujarnya.

Dwi berencana memadukan atau mengolaborasikan strategi penanganan kemiskinan yang dilakukan TNP2K tersebut, pemerintah provinsi, dan strategi yang sudah dilakukan Pemkab Sragen. Dia mengatakan metode penanganan kemiskinan ekstrem itu masih menunggu petunjuk dari pusat.

Sementara untuk model penanggulangan ala Pemprov Jateng, kata dia, dilakukan lewat program pendampingan atau pembinaan satu organisasi perangkat daerah (OPD) satu desa.

Baca Juga: Sragen Jadi Daerah dengan Persentase Kemiskinan Tertinggi di Soloraya 

“Semua strategi itu disusun dalam rencana penanggulangan kemiskinan daerah (RPKD). Kami sebenarnya sudah mengetahui kondisi rumah tangga miskin di desa-desa zona merah kemiskinan itu. Kami menilai tingkat kemiskinannya tidak begitu parah. Apalagi pendapatan per kapika warga miskin yang berada di garis kemiskinan itu hanya Rp363.349/ bulan,” jelasnya.

Di sisi lain, Dwi juga akan memaksimalkan peran perusahaan untuk ikut terlibat dalam penanggulangan kemiskinan lewat dana corporate social responsibility (CSR). Dia mengatakan Sragen bisa belajar dari strategi yang dilakukan Blora dengan melibatkan peran lembaga pendidikan dan perguruan tinggi.

Dalam konteks Sragen, Dwi akan mengajak Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang memiliki jaringan perguruan tinggi.

Wakil Bupati Sragen Suroto menyatakan akan turun untuk mengecek ke lapangan untuk penanggulangan kemiskinan di Sragen pada 2022. Dia melihat sejauh ini belum ada penghapusan program keluarga harapan (PKH) di tingkat desa. Dia berpikir dengan intervensi melalui program PKH itu mestinya sudah ada peningkatan kesejahteraan.

“Dalam penanganan kemiskinan harus ada keberanian. Entah nanti melibatkan aparat di tingkat desa dan OPD untuk penanggulangan kemiskinan, termasuk evaluasi PKH itu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya