Jakarta–Lebih dari 5.000 importir dalam negeri dimasukkan dalam daftar importir yang ketat diawasi (high risk) oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai. Para importir itu berpotensi melakukan pelanggaran-pelanggaran kepabeanan atau sebagian berkategori importir nakal.
“Sebanyak 30% yang high risk dari total importir nasional 15.000 importir,” kata Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi dalam acara pemaparan hasil penegahan miras di kantor BC wilayah Jakarta, Selasa (14/7).
Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran
Anwar menjelaskan penetapan importi high risk ini sangat penting untuk memantau atau perkembangan kinerja bagi importir-importir tersebut. Diantaranya pihaknya terus melakukan pemantauan intens dari sisi kinerja misalnya mengecek kebenaran alamatnya, memeriksa permodalan importir bersangkutan dan lain-lain.
“Modalnya kita lihat, misalnya modal Rp 100 juta, tapi impor miliaran, ini kan nggak logic,” katanya.
Bahkan dengan tegas ia mengatakan importir monopoli produk miras atau minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yaitu PT Sarinah masuk dalam daftar high risk Bea Cukai.
“Dari 30% yang high risk itu sebanyak 10% yang kena kasus, misalnya kasus masalah perbedaan antara dokumen dengan fisik barangnya yang berbeda,” jelas Anwar.
Selama tahun 2009 ini saja Bea Cukai wilayah Jakarta telah melakukan beberapa penindakan terkait penegahan pelanggaran kepabeanan untuk produk miras atau minuman mengandung etil alkohol (MMEA).
Termasuk diantaranya yang terbaru adalah penegahan produk miras asal Korea sebanyak 17.518 botol jenis shoju bermerek Jinro yang tanpa disertai pita cukai.
Bea Cukai wilayah Jakarta setidaknya telah mengamankan hingga 183 merek miras dari berbagai negara di Asia dan Eropa.
Misalnya temuan 3000 karton atau 30.000 botol miras di Kamal Muara yang tanpa disertai pita cukai dengan potensi kerugian dari potensi pendapatan pita cukai hingga Rp 1,8 miliar, kasusnya masih dalam penyelidikan untuk menemukan tersangka.
Kemudian kasus temuan sejenis, di pergudangan Pluit Raya sebanyak 15.000 botol miras dengan potensi kerugian dari pendapatan cukai mencapai Rp 600 juta, kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. Lalu ada kasus penemuan serupa di Jl Agus Salim sebanyak 1.830 botol miras dengan potensi kerugian Rp 66,3 juta, kasusnya dalam proses persidangan di PN Jakpus.
Selebihnya ada kasus-kasus sekala kecil seperti temuan 100 botol tanpa pita cukai di Jakarta Pusat, dengan potensi kerugian Rp 1,8 juta, kasusnya dalam proses pengadilan negari Jakpus.
Selain itu, ada kasus yang sempat menghebohkan mengenai temuan mesin percetakan pita cukai palsu yang ditemukan di Slipi Jakarta Barat, dengan potensi kerugian hingga Rp 26,5 miliar, yang kasusnya sudah masuk dalam P-21 (berkas dinyatakan lengkap).
dtc/fid