SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Kuala Lumpur–
Sekitar 50 persen dari sekitar 500.000 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di perkebunan kelapa sawit Malaysia merupakan pekerja asing ilegal atau tanpa izin.

“Di Semenanjung Malaysia perbandingannnya satu pekerja legal (punya izin kerja) maka satu lagi ilegal, sedangkan di Malaysia Timur yakni Sabah dan Sarak, 1 pekerja legal dan yang ilegal lebih dari satu,” kata Direktur Tenaganita sebuah LSM Malaysia , Irene Fernandez, di Kuala Lumpur, Rabu (4/11).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di sela-sela acara RSPO (Roundtable On Sustainable Palm Oil) ke-7, yang berlangsung 2-4 November 2009 di Kuala Lumpur, Irene mengatakan bahwa majikan perkebunan kelapa sawit lebih suka memperkerjakan pekerja asing tanpa izin kerja dari pemerintah Malaysia.

Ia menjelaskan, mereka melakukan itu karena pekerja ilegal bisa diberi upah rendah, mudah dieksploitasi dan memberikan banyak keuntungan. Bahkan, majikan di Sabah dan Sarawak menutup mata seolah-olah tidak mengetahui para buruh asing membawa keluarga dan anak-anaknya agar mereka tenang bekerja.

Ia mengungkap, tidak sedikit yang juga mempekerjakan istri dan anak-anak para buruh sehingga pendapatan sekeluarga mencukupi. “Namun ini tidak ubahnya seperti perbudakan saja,” kata Irene, seorang warga Malaysia etnis India.

Menurut dia, ada sekitar 50.000 anak-anak pekerja Indonesia yang statusnya ilegal atau tidak punya dokumen. Mereka juga tidak punya akses pendidikan.  Dari seluruh pekerja perkebunan kelapa sawit di Malaysia, 70 persen merupakan pekerja asing dan 30 persen warga Malaysia sendiri. Dari 70 persen itu sebesar 80 persen merupakan pekerja Indonesia yang jumlahnya sekitar 500.000 orang.

Malaysia sangat tergantung sekali kepada pekerja Indonesia di sektor perkebunan kelapa sawit. “Tahun 2002, ketika pemerintah Malaysia mencoba menegakan aturan keimigrasian dengan ketat, ada ribuan pekerja Indonesia dipulangkan ternyata kerugian yang diterima di sektor ini adalah 7 juta ringgit (sekitar Rp19,6 miliar) per hari hanya di Sabah, belum negara bagian lainnya,” katanya.

Direktur Tenaganita itu meminta pemerintah Indonesia  menetapkan gaji minimum untuk pekerja perkebunannya di Malaysia, termasuk pekerja sektor lainnya. “Harus ada upah minimum. Contohnya India, mensyaratkan pemerintah Malaysia memberikan upah minimal 600 ringgit (Rp1,68 juta) perhari jika mau menggunakan warga India bekerja di perkebunan kelapa sawit,” katanya.

Selain itu, perwakilan atau kedutaan Indonesia harus ambil tindakan tegas bagi majikan Malaysia yang gunakan pekerja asing ilegal.

ant/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya