SOLOPOS.COM - SERIBU SANDAL- Aktivis Yayasan Sahabat Kapas, Kurnia, menata sandal bekas dari warga pada aksi Seribu Sandal untuk AAL di Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Jumat (30/12/2011). Aksi tersebut sebagai wujud keprihatinan masyarakat terhadap kasus AAL, pelajar SMKN 3, Palu, yang mencuri sandal milik anggota Brimob, Briptu Ahmad Rusdi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SERIBU SANDAL- Aktivis Yayasan Sahabat Kapas, Kurnia, menata sandal bekas dari warga pada aksi Seribu Sandal untuk AAL di Blulukan, Colomadu, Karanganyar, Jumat (30/12/2011). Aksi tersebut sebagai wujud keprihatinan masyarakat terhadap kasus AAL, pelajar SMKN 3, Palu, yang mencuri sandal milik anggota Brimob, Briptu Ahmad Rusdi. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SOLO–Tidak kurang dari 50 pasang sandal jepit bekas berhasil dikumpulkan Yayasan Sahabat Kapas Solo selama dua hari membuka drop box Seribu Sandal Bekas untuk Bebaskan AAL.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sandal-sandal tersebut akan dikirim ke Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta.

Koordinator Yayasan Sahabat Kapas, Dian Sasmita, kepada wartawan di sela-sela kegiatan di Bundaran Gladak, Sabtu (31/12/2011) mengungkapkan pada pembukaan drop box hari pertama di kantor yayasan, Jumat (30/12/2011) berhasil dikumpulkan sekitar 30 pasang sandal.

Sedangkan pada hari kedua di Gladak, Sabtu berhasil dikumpulkan sebanyak 25 pasang sandal.

“Semua merupakan sumbangan dari masyarakat, bahkan ada satu warga yang menyumbang sampai tujuh pasang sekaligus. Saya juga tidak menyangka, ternyata masyarakat juga banyak prihatin dengan kasus ini,” kata Dian.

Mengenai aksi itu sendiri, kata Dian, merupakan wujud keprihatinan atas perlakuan hukum terhadap AAL, seorang siswa SMK di Sulawesi Tengah yang yang terancam hukuman lima tahun penjara setelah didakwa mencuri sandal jepit.

Menurut Dian, terlepas bersalah atau tidaknya AAL, tidak seharusnya anak seusia AAL menjalani proses hukum seperti halnya orang dewasa. Proses hukum semacam itu, yang biasanya panjang dan lama akan menimbulkan trauma yang mendalam dan bukan mendidik agar jera, yang ada justru membuat si anak menyimpan dendam.

Terlebih dalam UU Perlindungan Anak juga disebutkan hukuman penjara merupakan upaya terakhir. Sebaliknya, perlakuan hukum terhadap anak dan remaja di bawah umur mesti tetap mempertimbangkan faktor psikologis dan sosiologis atau menggunakan restoratif justice.

(shs)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya