SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, KLATEN</strong> — Kasus Kepala Desa (Kades) Jotangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Sriyono, yang menghilang diduga karena menyelewengkan dana APB Desa 2017 senilai Rp406 juta menambah daftar kasus dugaan korupsi di tingkat desa wilayah Klaten.</p><p>Sejumlah kasus dugaan korupsi di tingkat desa Klaten terungkap pada 2018 ini. Salah satunya sudah mencuat sejak 2016 namun baru selesai pada 2018.</p><p>Kasus-kasus itu kebanyakan menjerat kepala desa setempat. Modusnya mulai penyalahgunaan anggaran desa untuk&nbsp; kepentingan pribadi, laporan pertanggungjawaban (LPj) fiktif, hingga mark up (penggelembungan) dana.</p><p>Berikut lima kasus dugaan korupsi di tingkat desa wilayah Klaten berdasarkan catatan <em>Solopos.com</em>.</p><p><strong>1. Desa Glagahwangi, Kecamatan Polanharjo</strong></p><p>Kasus korupsi yang menjerat Kepala Desa (Kades) <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180607/493/921019/korupsi-klaten-kades-nonaktif-glagahwangi-jalani-sidang-perdana" title="Korupsi Klaten: Kades Nonaktif Glagahwangi Jalani Sidang Perdana">Glagahwangi</a>, Polanharjo, Klaten, Wuryanto, bermula dari penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten terkait indikasi penyalahgunaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemkab Klaten 2015. Saat itu, Pemerintah Desa Glagahwangi menerima bantuan program eradikasi pertanian senilai Rp100 juta dan pengaspalan jalan senilai Rp185 juta.</p><p>Namun, realisasi kedua kegiatan itu tak sesuai aturan. Eradikasi pertanian dilakukan sebelum anggarannya masuk ke APB Desa, sedangkan pengaspalan jalan diserahkan ke pihak ketiga tanpa melibatkan Tim Pengelola Kegiatan (TPJ). Selain itu tidak semua dana digunakan untuk kegiatan itu.</p><p>Kades Glagahwangi, Wuryanto, menutupi perbuatannya dengan membuat laporan pertanggungjawaban menggunakan kuitansi palsu dan mark-up atau penggelembungan anggaran. Kerugian negara dalam kasus ini senilai Rp131 juta.</p><p>Persidangan kasus ini di Pengadilan Tipikor Semarang sudah sampai vonis pada 21 Agustus lalu di mana majelis hakim menjatuhkan vonis 14 bulan penjara dan denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan kepada Wuryanto.</p><p><strong>2. Desa Sedayu, Kecamatan Tulung</strong></p><p>Berawal dari kecurigaan salah seorang warga Desa Sedayu, Kecamatan Tulung, Wahid, kasus yang melibatkan tak hanya Kepala Desa (Kades) Sedayu, Sugiyarti, tetapi juga anak kandungnya, Nurul Yulianto, yang menjabat Kadus I Sedayu, terungkap.</p><p>Saat itu, Wahid mencurigai adanya <em>mark up</em> anggaran proyek fisik di antaranya pengadaan keramik untuk rehab Kantor<a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180704/493/925928/kades-sedayu-klaten-dan-anaknya-jadi-tersangka-korupsi-apb-desa" title="Kades Sedayu Klaten dan Anaknya Jadi Tersangka Korupsi APB Desa"> Desa Sedayu</a> seluas 54 meter persegi.</p><p>Dengan kualitas yang sama, harga keramik di pasaran sekitar Rp60.000 per meter persegi sehingga total belanja harusnya sekitar Rp3.240.000. Sedangkan dalam laporan kepala desa tertulis Rp10.000.000. Selain itu juga upah pekerja pengaspalan jalan di Dukuh Kranggan juga di-mark up.</p><p>Wahid kemudian melaporkan kasus ini ke Kejari Klaten pada 13 Oktober 2017. Kejari melakukan penyidikan dan menetapkan Kades Sedayu beserta anaknya sebagai tersangka.</p><p>Keduanya diduga terlibat penyimpangan sejumlah proyek yang didanai APB Desa 2016 sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp206 juta.</p><p><strong>3. Desa Jotangan, Keamatan Bayat</strong></p><p>Kades Jotangan, Kecamatan Bayat, Klaten, Sriyono, diduga menyelewengkan dana APB Desa Jotangan 2017 senilai Rp406 juta. Perinciannya meliputi program yang didanai Dana Desa (DD) mencapai Rp247.351.000, dari Alokasi Dana Desa (ADD) Rp59.200.000, lalu bantuan keuangan dari Pemerintah Kabupaten Klaten Rp70.000.000, dan bantuan pembangunan kios dari Pemerintah Provinsi Jateng Rp30.000.000.</p><p>Dana itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi. Sebelumnya, Sriyono dikabarkan menghilang dari desanya sejak Mei 2018. Hal ini berdampak besar pada pelaksanaan pembangunan di Desa Jotangan karena berbagai bantuan keuangan baik dari pemerintah pusat maupun Pemkab Klaten tak bisa dicairkan.</p><p>Bahkan, perangkat desa setempat sudah sejak Januari 2018 tak mendapat gaji. Mereka terpaksa membiayai operasional pekerjaan mereka menggunakan uang pribadi hingga terpaksa berutang.</p><p><strong>4. Desa Barukan, Kecamatan Manisrenggo</strong></p><p>Pada 18 Maret 2016, warga Desa Barukan, Kecamatan Manisrenggo, Klaten, menuntut kades setempat, Marsudi, mundur dari jabatannya karena diduga menyelewengkan keuangan desa hingga Rp190 juta. Tak hanya itu, Marsudi juga dituding melakukan tindakan asusila kepada istri salah seorang perangkat desa setempat.</p><p>Aduan warga disampaikan warga dengan mendatangi Polres Klaten, Kejaksaan, serta Pemkab. Marsudi membantah semua tuduhan tersebut.</p><p>Polisi menindaklanjuti aduan warga dengan penyidikan dan mendapati Kaur Pembangunan Desa Barukan, Siswadi, terlibat. Polisi menetapkan Siswadi dan Marsudi sebagai tersangka. Berkas mereka diserahkan ke Kejari pada 17 Januari 2018. Kedua tersangka lalu ditahan.</p><p><strong>5. Desa Mlese, Kecamatan Cawas</strong></p><p>Pada 25 April 2018 lalu, Perkumpulan Pemantau Keuangan Negara (PKN) Klaten melaporkan dugaan penyelewengan APB Desa Mlese, Kecamatan Cawas, ke Kejari Klaten. Dana yang diselewengkan diperkirakan mencapai Rp700 juta.</p><p>Modus penyelewengan itu berupa laporan pertanggungjawaban (LPj) fiktif dan penggelembungan (<em>mark up</em>) anggaran APB Desa Mlese 2015-2017. Salah satunya pembangunan talut Sungai Trucuk di Dukuh Dalem, <a href="http://soloraya.solopos.com/read/20180425/493/912678/dilaporkan-ke-kejari-klaten-atas-dugaan-lpj-fiktif-ini-tanggapan-kades-mlese" title="Dilaporkan ke Kejari Klaten Atas Dugaan LPj Fiktif, Ini Tanggapan Kades Mlese">Desa Mlese,</a> pada 2015 senilai Rp111 juta.</p><p>Dalam laporan tertulis kegiatan itu terealisasi 50 persen. Padahal, fakta di lapangan tidak ada realisasi. Selain itu pengadaan tarup juga tidak terealisasi.</p><p>PKN mencontohkan tarup yang didanai dana desa 2017 ada di RT 002 dan RT 003/RW 002 senilai Rp10 juta, RT 001/RW 002 senilai Rp15 juta, dan tarup di RW 006 senilai Rp30 juta. Hingga Februari 2018, tarup tidak terealisasi.</p><p>Kepala Desa Mlese, Sanyoto, membantah semua tudingan itu. Ia memastikan LPj. keuangan desa disusun sesuai realisasi di lapangan.</p><p><br /><br /></p>

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya