SOLOPOS.COM - Ilustrasi logo BPJS Kesehatan. (Solopos.com/Chelin Indra Sushmita)

Solopos.com, SOLO-Peran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kian terlihat di masa pandemi Covid-19.

Hal ini tampak saat JKN dioptimalkan dalam pembayaran klaim layanan kesehatan Covid-19. Adanya pandemi ini membuat angka kunjungan pasien ke layanan kesehatan turun. Di sisi lain, ada sebanyak 49,36% pembayaran klaim kasus Covid-19 yang tidak sesuai.

Promosi Siap Mengakselerasi Talenta Muda, Pegadaian Lantik Pengurus BUMN Muda Pegadaian

Hal ini mengemuka dalam workshop BPJS Kesehatan pada webinar bertema Peran Jaminan Sosial Kesehatan di Era Pandemi Covid-19 di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Surakarta, Kamis (22/10/2020).

Pakar Asuransi Kesehatan Universitas Indonesia, Budi Hidayat, menyebut pola pembayaran klaim, BPJS Kesehatan wajib memverifikasi semua berkas klaim yang diajukan fasilitas layanan kesehatan terkait layanan Covid-19.

Ia memaparkan total klaim yang diajukan oleh rumah sakit per 2 September 2020 ada sebanyak 103.519 kasus dengan biaya Rp6,34 triliun. Sedangkan klaim yang selesai verifikasi sebanyak 93.371 kasus senilai Rp5,5 triliun.

“Namun demikian, pada proses verifikasi ditemukan ada 50,03% [46.716 kasus dan biaya Rp3,3 triliun] klaim sesuai ketentuan, tapi ada 49,36% [46.084 kasus dan biaya Rp2,3 triliun] klaim masuk kategori dispute atau terjadi ketidaksesuaian antara apa yang di-submit RS dengan yang nanti harus segera dibayar. Ini menjadi PR besar karena memengaruhi cashflow RS dan tata kelola JKN. Kalau dilihat dari angkanya sangat signifikan,” ujarnya.

Budi pun menyarankan tim penyelesaian klaim harus bergerak. Menurutnya, ini salah satu bentuk konkret bukan hanya eksistensi JKN dengan programnya yang sudah hadir, tapi juga bisnis proses klaim JKN yang sudah ada harus diuji.

Libur Panjang, Garuda Indonesia Beri Diskon Sampai 40%

Menurun Drastis

Di sisi lain, tren utilisasi layanan kesehatan melalui JKN saat pandemi Covid-19 menurun drastis. Ini baik angka kontak pasien, angka kunjungan, hingga angka revisit. Ia pun mempertanyakan perubahan pola utilitas ini apakah terjadi secara alamiah sebelum pandemi sesuai kebutuhan medis atau dugaan masyarakat/pasien enggan periksa ke RS lantaran takut didiagnosis Covid-19.

“Keberadaan pandemi berdampak pada turunnya angka utilitas layanan kesehatan. Ini anomali seharusnya ketika datang wabah angka kunjungan naik, tapi yang terjadi sebaliknya. Sesuai pada hipotesis tadi, ini bisa karena pasien takut atau selama ini pola utilisasi sudah sesuai kebutuhan medis atau belum? Ini perlu dibuktikan,” imbuhnya.

Di samping itu, BPJS Kesehatan selalu diklaim mengalami defisit. Artinya, ada angka utilisasi yang tinggi sehingga butuh klaim yang tinggi pula, tapi pada kondisi pandemi angka utilisasi turun. Dengan begitu, semestinya angka klaim akan lebih rendah dari sebelum adanya pandemi.

Di sisi lain, pembayaran klaim JKN layanan kesehatan yang berkaitan dengan Covid-19 ada penggantian dengan sumber dana dari DIPA Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bukan dari iuran JKN. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan bertugas memverifikasi klaim RS atas pemberian layanan kesehatan akibat Covid-19.

Ide Cemerlang Bisa Muncul Saat Mandi, Berikut Alasannya

Sumber Anggaran

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Tubagus Achmad Choesni, memaparkan sumber anggaran klaim pasien Covid-19 dari BNPB senilai Rp975 miliar dan Rp21,6 triliun dari Kemenkes.

Adapun jumlah RS yang mengajukan klaim pasien Covid-19 sebanyak 1.292 RS terdiri dari 105.632 kasus. Sedangkan realisasi anggaran BNPB pada 27 April - 24 Juli 2020 Rp974,991 miliar untuk pembayaran uang muka dan pelunasan klaim kepada 734 RS dengan saldo sebesar Rp8,677 miliar. Sementara realisasi anggaran DIPA Kemenkes Rp3,382 triliun (16,06%).

“Ada penurunan jumlah peserta JKN di masa pandemi, dari 2019 sampai dengan 30 September 2020 turun sebanyak 1.667.465 jiwa. Sebelumnya pada 2019 jumlah peserta sebanyak 224.149.019 jiwa menjadi 222.481.554 jiwa,” paparnya.

Selain itu, pandemi Covid-19 membuat 1,63 juta orang miskin baru dibandingkan dengan September 2019. Pandemi juga berdampak meningkatnya jumlah pengangguran sebanyak 1,76 juta pekerja hingga Mei 2020.

“Kami akan terus memperbaiki data. Kamiharapkan keaktivan Pemda soal mutakhir data akan dimasukkan ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial [DPKS] digunakan selanjutnya. Kami perlu bantuan untuk meningkatkan ketepatan data,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya