SOLOPOS.COM - Para penghuni di rusunawa Solo mengaku tidak akan mampu membeli rumah subsidi dengan kondisi gaji yang diterima. (Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO–Penghuni Rusunawa Jurug Blok A, Jebres, Kota Solo, Luky Budhi Utomo, 33, meyakini mayoritas dari 493 penghuni Rusunawa yang akan digusur, tak akan mampu untuk membeli rumah sendiri, walaupun rumah bersubsidi.

Pendapat itu merujuk kepada status mereka sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rata-rata pendapatan atau gaji bulanan mereka, termasuk Luky, setara upah minimum Kota (UMK) Solo.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Enggak akan mampu [beli rumah bersubsidi],” ujar dia saat dihubungi Solopos.com, beberapa waktu lalu.

Luky merinci kebutuhan bulanan keluarganya, mulai dari biaya sewa rusunawa di lantai III senilai Rp80.000, biaya listrik dan air Rp250.000, uang saku dua anak Rp20.000 per hari, bahan bakar minyak Rp260.000, hingga biaya makan dan minum Rp35.500 per hari. Uang makan dan minum itu minimalis.

Dengan anggaran Rp35.000 per hari, menurut Luky, keluarganya hanya bisa makan dengan sayuran, serta lauk tahu-tempe.

“Misalnya beras, tempe, sayuran, minyak goreng, elpiji, air mineral, bumbu. Itu paling sisanya dalam sebulan hanya Rp49.169. Itu sudah saya hitung betul matang-matang,” aku dia.

Belum lagi bila dalam sebulan ada kebutuhan mendadak di luar rutinitas kebutuhan bulanan. Artinya, Luky menambahkan keluarganya tidak akan bisa mencukupi kebutuhan bulanan. “Kami itu rata-rata MBR. Kadang-kadang kurang, tapi ya dicukup cukupkan. Pasti hitungannya UMK Solo,” terang dia.

Luky melanjutkan dengan asumsi sisa dana hanya Rp49.169 per bulan, dalam setahun dirinya hanya bisa menabung Rp590.028. Sedangkan dalam enam tahun uang yang terkumpul baru di angka Rp3.530.000. Dia meyakini kondisi yang nyaris sama dirasakan atau dialami para penghuni Rusunawa lainnya.

Mereka sama-sama MBR yang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya selalu kesusahan. “Rata-rata ada yang tukang pijat, ada yang buruh penjual di Beteng Trade Canter, Gojek, kurir, ada yang sopir,” kata dia. Ihwal penghuni yang membawa mobil, Luky menduga bukan milik mereka.

Mobil-mobil itu, menurut dia, milik sang bos atau juragan mereka. “Seperti misalnya bila ada mobil bagus-bagus, itu punyanya bosnya. Di sini banyak yang bekerja menjadi sopir,” urai dia. Sedangkan ditanya akan pindah ke mana bila diminta pindah, Luky belum tahu. Namun, sudah muncul sejumlah wacana dari mereka.

“Kemarin banyak wacana, seperti tidur di depan Balai Kota, atau matoki tanah di Mojo pakai tenda bareng-bareng sudah enggak apa-apa. Beneran kemarin pada omong begitu. Awalnya kami mau ke Balai Kota, tapi akhirnya kami audiensi dulu dengan Fraksi DPRD Solo. Jangan terus suara kami dipakai [saat pemilu], lalu kami dibuang begitu saja,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya