SOLOPOS.COM - Pulau Nusakambangan di Cilacap, Jawa Tengah. (Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mmenyatakan sebanyak 404 narapidana saat ini sedang menunggu untuk dieksekusi mati. Ratusan narapidana itu bakal dieksekusi mati sesuai dengan putusan pengadilan.

“Kalau segera akan dieksekusi itu kewenangan dari kejaksaan sebagai eksekutor. Ada 404 adalah terpidana mati sesuai keputusan pengadilan” ujar Kabag Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti saat dimintai konfirmasi, Sabtu (29/1/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut data yang dimiliki Rika, narapidana yang bakal dieksekusi mati itu tersebar di seluruh lembaga pemasyarakatan (LP/lapas), salah satunya, Lapas Nusakambangan. Para napi tersebut tengah menunggu untuk dieksekusi mati oleh jaksa eksekutor.

“Tersebar di beberapa lapas di Indonesia termasuk Nusakambangan,” sambungnya dilansir bisnis.com.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca juga: Hukuman Mati Tidak Efektif Mengurangi Korupsi

Sementara itu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritisi eksekusi hukuman mati. ICJR menolak hukuman mati terhadap para narapidana, dan meminta pemerintah meninjau ulang aturan hukuman mati di Indonesia.

“ICJR menyoroti perlunya untuk meninjau kembali pengaturan komutasi pidana mati dalam RKUHP sebagai jalan tengah, termasuk soal peluang penerapannya bagi terpidana mati dalam deret tunggu eksekusi yang saat ini telah mencapai 404 orang,” kata Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu.

Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham Bambang Iriana Djajaatmadja mengatakan ancaman hukuman mati masih diatur dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). “Di dalam RKUHP kita ke depan pidana mati disebutkan sebagai salah satu jenis pidana yang bersifat khusus,” kata dia, di Jakarta, Senin (18/10/2021), yang dilansir Antara.

Baca juga: Perampok yang Bunuh Satpam Gudang Rokok di Solo Terancam Hukuman Mati

Penempatan pidana mati diatur dalam ketentuan tersendiri di luar pidana pokok. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 73 menunjukkan bahwa jenis pidana mati sebagai upaya terakhir mengayomi masyarakat karena pada hakikatnya pidana mati bukanlah sarana utama untuk mengatur dan memperbaiki namun hanya pengecualian.

Perampasan Kemerdekaan Terpidana

Pada Pasal 109 pencantuman hukuman tersebut tidak berdiri sendiri, namun diancamkan secara alternatif dengan pidana perampasan kemerdekaan terpidana, yakni berupa penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun kurungan penjara.

Penerapan pidana mati hanya dikenakan untuk pidana tertentu. Artinya, hukuman tersebut hanya berlaku bagi kejahatan berat, misalnya makar, pembunuhan berencana, korupsi, narkotika, tindak pidana berat HAM, dan terorisme.

Baca juga: Dituntut Hukuman Mati, Terdakwa Kasus Asabri Merasa Dizalimi Jaksa

Selanjutnya, kata dia, penjatuhan ancaman pidana mati diterapkan secara bersyarat (penundaan pelaksanaan hukuman mati). Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 111. Pelaksanaan hukuman tidak dilakukan serta merta akan tetapi melalui masa percobaan paling lama 10 tahun kurungan penjara. Selama kurun
waktu itu terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri.

Jika terpidana mati dapat memperbaiki diri, maka hukuman mati tidak perlu dilakukan dan bisa diganti dengan perampasan kemerdekaan terpidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya