SOLOPOS.COM - Panuji Raharjo, anggota bank sampah Kitiran Emas RW 008 Kelurahan Purwosari, Solo. (Solopos/Ika Yuniati)

Solopos.com, SOLO — Tidak hanya membangkitkan kesadaran untuk kebersihan lingkungan, keberadaan bank sampah juga menjadi sumber pendapatan tambahan bagi anggotanya. Seperti yang ditunjukkan Panuji Raharjo, 73, anggota Bank Sampah Kitiran Emas, RW 008, Kelurahan Purwosari, Laweyan, Solo.

Bank Sampah Kitiran Emas yang digagas mulai 2016 kini memiliki lebih dari 120 anggota. Setiap bulannya bank sampah ini mampu mengumpulkan sekitar dua ton sampah nonorganik yang bermuara di pabrik daur ulang lewat pengepul.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Panuji Raharjo yang memiliki lima anak bekerja sebagai sopir truk sampah. Ia mulai bergabung sejak 2016. Sampai akhirnya mendaftar jadi anggota pada 2017.

Baca Juga: Papi Sarimah Solo, Warga Bingung Mau Salurkan Sampah Nonorganik ke Mana

Sejak saat itu dirinya rajin menabung sampah di bank sampah RW 008 Purwosari, Solo, itu tiap dua pekan. Dalam sepekan ia menghasilkan sekitar Rp60.000 hingga Rp100.000 yang kemudian ditabung dalam wujud emas via PT Pegadaian.

Berdasarkan catatan di buku tabungannya, sampai Januari 2022 ini ia sudah memiliki sekitar 17 gram emas atau sekitar Rp16 juta. Sebagaian sudah pernah ia ambil untuk membiayai anak bungsunya kuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Solo.

“Ini [tabungan bank sampah] enggak saya ambil kecuali penting banget. Buat jagan-jagan kalau butuh,” ceritanya, Minggu (16/1/2022).

Baca Juga: Agar Maksimal, Papi Sarimah Solo Harus Ditopang Bank Sampah di Tiap RW

Panuji menceritakan semangatnya mengumpulkan sampah nonorganik di kediamannya. Tiap ada sampah plastik, kertas, atau koran, selalu diambil dan disimpan. Sampah kardus basah misalnya, tetap ia rawat dengan dikeringkan terlebih dahulu.

Lebih Peduli Lingkungan

Menjelang jadwal pengumpulan sampah, biasanya ia mulai sibuk memilah-milah sesuai dengan aturan di Bank Sampah RW 008 Purwosari, Solo. Ada 40 jenis sampah yang dinilai dengan harga berbeda-beda.

Misalnya kertas duplet, kertas HVS, tutup botol, plastik, dan botol air mineral. Masing-masing dihargai berbeda-beda. “Misal tutup botol sama botol, lebih mahal tutupnya. Saya akan pilah-pilah,” katanya.

Baca Juga: Gibran Puji Papi Sarimah Banjarsari, Kecamatan Lain Diminta Meniru

Sejak bergabung dengan Bank Sampah, Panuji, memang merasa lebih peduli dengan lingkungan sekitar. Sebagai sopir truk sampah, ia biasanya spontan memilah jika ada warga yang masih sembarangan membuang.

Tak hanya nonorganik, sampah organik juga ia kelola dengan baik. Sisa makanan atau sayuran yang masih layak biasanya dia simpan lalu diberikan kepada peternak sapi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo.

Lebih lanjut, Panuji mengatakan sebelum bergabung dengan Bank Sampah, ia sedikit abai. Semua sampah di rumahnya langsung dibuang ke keranjang depan rumah tanpa dipilah. “Setelah gabung bank sampah jadi beda pola pikirnya. Jadi semuanya sebisa mungkin harus berguna. Sampah organik maupun nonorganik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya