SOLOPOS.COM - Ilustrasi pergerakan kurs rupiah (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Bank Dunia membeberkan empat risiko yang bisa memengaruhi ekonomi Indonesia tahun ini.

Solopos.com, JAKARTA — Ekonom World Bank Frederico Gil Sander menekankan ada empat hal penting yang dapat memengaruhi ekonomi Indonesia. Keempat hal tersebut adalah inflasi, konsumsi rumah tangga, utang pemerintah, dan depresiasi rupiah.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Tentang inflasi, Frederico mengapresiasi pemerintah dan Bank Indonesia yang konsisten dalam menekan inflasi ke level yang lebih aman. Meskipun tahun lalu terjadi sedikit lonjakan inflasi karena kenaikan harga dari administered price, yakni kenaikan tarif dasar listrik dan biaya pembuatan STNK.

“Inflasi cukup stabil meskipun ada sedikit kenaikan pada semester kedua,” katanya dalam acara Indonesia Economic Quarterly World Bank, di Jakarta, Senin (27/3/2018).

Pihaknya memperkirakan, inflasi juga akan tetap dalam kisaran yang ditargerkan, karena pemerintah dan BI menerapkan kebijakan sangat hati-hati. Adapun, target inflasi BI pada 2018 adalah 3,5% +- 1%.

Kedua, menurut Frederico, kontribusi konsumsi RT terhadap pertumbuhan ekonomi akan tetap besar seperti tahun lalu. “Kita tahu kontribusinya lebih dari dari 50% terhadap PDB,” katanya.

Berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga berkontribusi 56,13% terhadap PDB. Namun, jika dilihat dari sisi pertumbuhan, katanya, pertumbuhannya masih belum dapat melebihi 5%. “Tapi kalau dilihat 10 tahun yang lalu, pertumbuhannya [konsumsi RT] sudah jauh lebih baik,” imbuhnya.

Namun, pihaknya memperkirakan pertumbuhan konsumsi RT tahun ini dapat mencapai 5,1%. Hal tersebut dikarenakan penciptaan tenaga kerja di sektor manufaktur dan momentum konsumsi dalam ajang Pilkada 2018.

Ketiga, mengenai utang, Frederico mengatakan utang tidaklah begitu mengkhawatirkan. “Apakah level utang Indonesia terlalu tinggi, jawaban kami adalah tidak,” imbuhnya.

Dia menjelaskan, rasio utang Indonesia masih berada dibawah 30%. “Yang mana Indonesia adalah salah satu yang terkecil diantara negara-negara berkembang.”

Frederico menegaskan rasio utang yang kecil tidak terjadi begitu saja, tetapi hal tersebut disebabkan oleh kebijakan fiskal yang sangat baik. “Itu dapat dilihat dari budget defisit yang tetap dijaga pemerintah berada di bawah 3%, itu sudah sangat konserfatif menurut kami,” katanya.

Bahkan, katanya, jika dibandingkan dengan India yang mempunyai budget defisit hingga 6%, Indonesia terlihat sangat aman. Selain itu, pihaknya juga telah melakukan analisa simulasi terkait utang pemerintah. “Kami coba perhitungkan apa yang terjadi jika terjadi shock dalam ekonomi, dan hasilnya utang Indonesia masih sangat aman,” katanya.

Namun, katanya pemerintah juga tetap harus berhati-hati karena suku bunga The Fed naik menjadi 1,75%. Hal tersebut akan mempersulit pemerintah pemerintah untuk melakukan maneuver dalam penjualan SBN. “Seperti yang diketahui kepemilikan luar negeri dalam SBN juga cukup tinggi,” kata Frederico.

Keempat, mengenai rupiah, Frederico mengakui deperisasi rupiah cukup dalam jika dibandingkan dengan negara-negara lain. “Bahkan mata uang negara China dan Malaysia mengalami apresiasi,” imbuhnya.

Namun menurutnya, depresiasi yang terjadi saat ini jauh lebih landai dibandingkan taper tantrum yang terjadi pada 2013-2014. “Iya saat ini terjadi depresiasi, tapi masih tidak terlalu besar,” imbuhnya.

Frederico memprediksi rupiah tidak akan terdepresiasi lebih jauh, karena investasi yang masuk ke Indonesia adalah investasi yang masuk ke sektor produktif, yakni sektor tambang dan infrastruktur. “Oleh karena itu modal tersebut akan sangat kecil sensivitasnya.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya